Sebagai pengusaha, pernahkah Anda merasa bisnis sudah berjalan dengan baik, tapi profitnya tetap jalan di tempat? Jika iya, bisa jadi hal itu karena aset perusahaan Anda tidak terkelola dengan baik. Untuk memastikannya mudah saja, Anda bisa menghitungnya dahulu melalui rumus ROA.
Dalam dunia bisnis, rumus ROA adalah elemen penting ketika ingin melihat signifikansi aset terhadap profit. Konkretnya, kalau bisnis Anda ingin profit secara maksimal, tapi dengan modal seminimal mungkin, maka rumus ROA inilah salah satu komponen yang dapat membantu Anda dalam menyusun strategi bisnis tertentu.
Namun, menggunakan rumus ROA sebagai alat bantu tentu tak bisa sembarangan. Ada standarisasi persennya, rumusnya, hingga beberapa tahapan dalam menghitungnya. Jika penasaran ingin tahu lebih lanjut tentang ROA, mari ikut Bee membahasnya di bawah ini.
Apa itu ROA? Secara etimologis, ROA adalah singkatan daripada return on assets. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, maka pengertiannya adalah sesederhana “pengembalian aset”.
Namun, oleh beberapa ahli, pengertiannya tentu tidak sebatas itu. Seperti menurut Kasmir dalam Lafau, Zalogo, dan Harita (2021), ROA adalah rasio yang menggambarkan hasil (return) atas jumlah aktiva (aset) yang diinvestasikan oleh perusahaan.
Tak jauh beda dengan sebelumnya, menurut Sugiono (2019), ROA adalah tingkat pengembalian aset perusahaan setelah dikurangi pajak. Hasil perhitungan ROA ini pada akhirnya dijadikan dasar untuk melihat kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva.
Dari kedua pengertian ahli tersebut, maka dapat kita pahami bahwa ROA merupakan alat untuk melihat seberapa efektivitas sebuah perusahaan dalam menggunakan asetnya. Mudahnya, semakin besar ROA-nya, maka semakin baik pengelolaan asetnya. Begitu juga sebaliknya.
Kendati pengertian ROA ini cukup sederhana, namun kebanyakan orang kadang masih bingung, terutama ketika membedakannya dengan istilah ROE. Kedua rasio itu memang terkesan sama, tapi tentu saja memiliki sejumlah perbedaan yang cukup kentara.
Maka, supaya Anda ke depan tidak lagi salah paham, mari simak perbedaan antara ROA dan ROE melalui tabel dan penjelasan di bawah ini:
Baca Juga: ROE adalah Return on Equity, Begini Fungsinya Untuk Bisnis
Pada pembahasan sebelumnya, sempat kita singgung bahwa ROA digunakan untuk mengukur seberapa efisien aset perusahaan digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Namun, apakah hanya itu saja?
Tentu saja tidak. Merangkum skripsi berjudul “Analisis Modal Kerja dalam Meningkatkan Return on Assets (ROA) Perusahaan pada PT. Garuda Madju Cipta”, karya Bagus Ari Gundatara (2017), ada setidaknya fungsi di antaranya:
ROA membantu perusahaan mengevaluasi seberapa efektif aset-asetnya digunakan untuk menghasilkan laba. Rasio ini menunjukkan seberapa besar kontribusi total aset terhadap pendapatan, sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi aset yang kurang produktif untuk dioptimalkan.
Sebagai rasio yang mencakup semua sumber daya perusahaan, ROA memberikan gambaran kinerja perusahaan secara keseluruhan. Ini berarti memungkinkan manajemen untuk melihat efisiensi operasional dan mengevaluasi keputusan strategis berdasarkan pengembalian aset.
Data dari perhitungan ROA ini dapat dijadikan perbandingan efisiensi antar perusahaan dalam industri yang sama. Dengan melihat rasio ini, manajemen dan investor dapat menilai kira-kira di mana posisi kompetitif perusahaan dibandingkan dengan pesaing.
Selain sebagai data perbandingan, hasil perhitungan ROA juga dapat menjadi dasar perusahaan dalam merencanakan strategi bisnis. Pihak manajemen dapat menggunakan ROA untuk mengidentifikasi area mana yang membutuhkan perbaikan, seperti pengelolaan modal kerja atau pengoptimalan aset.
Meski demikian, sebagai alat ukur kinerja manajemen perusahaan, ROA juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Merangkum pendapat Munawir dalam skripsi Bagus Ari Gundantara (2017), berikut Bee rangkum dalam tabel terkait kelebihan dan kekurangannya:
Jika rangkuman tabel di atas dirasa masih kurang jelas, silakan simak penjelasan deskriptifnya di bawah ini:
Sebagai alat ukur, hasil perhitungan ROA cukup komprehensif; mencerminkan keseluruhan kinerja perusahaan dengan melibatkan semua elemen yang memengaruhi laporan keuangan. Ini berarti membantu perusahaan untuk menilai efisiensi penggunaan asetnya secara holistik.
Penggunaan ROA sangat mudah, karena memiliki formula yang sederhana, sekaligus hasil perhitungan yang mudah dimengerti oleh berbagai pihak, baik manajemen, investor, maupun pemegang saham. Hal ini tentu menjadikannya alat yang efektif untuk evaluasi kinerja
Sebagai indikator profitabilitas, ROA dapat diterapkan pada berbagai unit organisasi atau divisi perusahaan, yang bertanggung jawab atas profitabilitas, termasuk divisi atau produk tertentu.
Hasil perhitungan nilai ROA dapat bervariasi karena tergantung pada metode depresiasi aktiva tetap (kepemilikan sumber daya perusahaan) yang digunakan. Maka, dalam perhitungannya, hasil yang didapatkan bisa saja tidak konsisten antarperusahaan.
Selain itu, ketika dalam kondisi inflasi, ROA juga dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena penyesuaian harga aset yang tidak selalu sejalan dengan perubahan harga jual. Ini berarti penggunaan ROA tidak bisa sembarangan; harus memperhatikan kondisi ekonomi negara.
Kekurangan yang terakhir, yaitu perbedaan praktik akuntansi antarperusahaan. Perbedaan ini dapat membuat ROA cukup sulit digunakan untuk membandingkan efisiensi secara langsung, terutama dalam industri yang sama.
Selain perbedaan antara ROA dan ROE, ada satu hal lagi yang biasa dijadikan pertanyaan banyak orang. Yaitu berapa persen ROA yang baik itu?
Mengutip laman resmi forbes.com, ROA yang biasanya dianggap baik adalah sebesar 5% atau lebih. Besaran persen tersebut sudah bisa menunjukkan bahwa perusahaan telah mampu menggunakan asetnya dengan sangat efisien untuk menghasilkan laba.
Meski demikian, interpretasi atas angka ROA ini sebaiknya juga mempertimbangkan konteks industri dan sektor di mana perusahaan beroperasi. Kenapa? Karena setiap industri memiliki karakteristik dan dinamika yang unik. Entah itu struktur asetnya, model bisnisnya, atau siklus industrinya.
Sebagai contoh, misalnya, sebuah perusahaan manufaktur yang memiliki aset besar mungkin mencatat ROA sebesar 6%. Di sisi lain, perusahaan berbasis layanan digital, seperti platform pendidikan online, mungkin memiliki ROA sebesar 15%.
Nah, jika hanya melihat angka ROA tanpa memperhatikan konteks, Anda jelas menyimpulkan bahwa platform digital tersebut lebih efisien dan merupakan investasi yang lebih baik. Padahal, perbandingan semacam itu menyesatkan karena kedua jenis bisnis tersebut beroperasi dalam konteks yang sangat berbeda.
Pada intinya, ketika melihat angka ROA dalam upaya perbandingan, penting untuk melihat faktor-faktor pengaruhnya, termasuk juga jenis bisnisnya.
Lantas, apa saja faktor yang mempengaruhi return on assets alias ROA ini? Mengutip laman resmi Repository UNY, faktor pengaruh ROA selain “jenis bisnis” ada beberapa. Di antaranya sebagai berikut:
Pertama ada rasio likuiditas, atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Misalnya seperti current ratio atau acid test ratio. Jika likuiditas sehat, operasional perusahaan tentu akan terjaga, yang itu kemudian juga mendukung kinerja dari ROA.
Selanjutnya adalah rasio manajemen aset atau penggunaan aset seefisien mungkin. Rasio ini memiliki beberapa komponen, salah satunya fixed assets turnover. atau kemampuan perusahaan memanfaatkan aset tetap untuk menghasilkan penjualan. Jika komponen itu berkinerja baik, maka ia secara langsung akan berkontribusi pada profitabilitas perusahaan.
Selain manajemen aset, manajemen utang juga punya pengaruh. Ini pula memiliki beberapa komponen, seperti times nterest earned (TIE), yaitu upaya mengukur seberapa besar laba operasi dapat menurun sampai perusahaan tidak dapat memenuhi beban bunga tahunan. Semakin tinggi TIE, maka semakin berpengaruh buruk pada ROA.
Berikutnya adalah inventory turnover atau efisiensi perputaran persediaan. Faktor ini menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengelola bahan baku hingga barang jadi. Jika inventory turnover cepat, biaya penyimpanan akan menurun, dan pada akhirnya berpengaruh baik pada ROA.
Baca Juga: Cara Menghitung Inventory Turnover , Rumus dan Contohnya
Faktor yang terakhir yaitu days sales outstanding, alias usaha mengukur waktu rata-rata dari penagihan piutang. Asumsinya, jika semakin cepat piutang dilunasi, maka semakin rendah pula dana tertahan. Itu berarti memungkinkan aset digunakan lebih produktif, yang pada akhirnya dapat meningkatkan ROA.
Setelah mengetahui faktor-faktor pengaruhnya, kini waktunya kita memahami rumus ROA. Untuk menghitungnya mudah saja, masih mengutip Repository UNY, yaitu dengan cara membagi laba bersih dengan total aset/aktiva.
Dari situ, maka sebelum menghitung ROA, Anda perlu tahu terlebih dahulu nilai dari laba bersih dan total aset perusahaan. Jika sudah, maka rumus ROA adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Sesudah mengetahui rumus, Anda tentu pengin tahu bagaimana cara menghitung ROA. Untuk menghitungnya sama tetap mudah; ada tiga langkah yang bisa Anda ikuti. Berikut di antaranya:
Langkah pertama dalam menghitung ROA adalah mengetahui besaran laba bersih perusahaan. Laba bersih adalah keuntungan akhir yang diperoleh setelah semua pengeluaran, seperti biaya operasional, bunga, dan pajak, telah dikurangkan dari total pendapatan.
Biasanya, Anda bisa mengetahui data ini di dalam laporan laba rugi perusahaan. Pastikan Anda menggunakan angka laba bersih dari periode keuangan yang sama dengan data total aset yang akan digunakan, agar hasil perhitungan konsisten dan akurat.
Selanjutnya, Anda perlu menghitung rata-rata total aset perusahaan selama periode tersebut. Total aset mencakup semua sumber daya perusahaan, baik berupa aset tetap seperti gedung dan mesin, maupun aset lancar seperti kas dan piutang.
Untuk mengetahui rata-rata total aset, caranya dengan menjumlahkan nilai total aset di awal periode dan di akhir periode, lalu membaginya dengan dua. Atau biasanya, data ini dapat Anda peroleh dari laporan posisi keuangan atau neraca perusahaan.
Setelah data laba bersih dan rata-rata total aset siap, gunakan rumus ROA yang sebelumnya sudah kita ulas. Lalu jika Anda ingin mengetahui hasilnya dalam bentuk persentase, maka setelah pembagian, kalikan dengan 100.
Supaya lebih konkret lagi, mari simak penjelasan Bee terkait contoh kasus perhitungan ROA perusahaan XYZ:
Pada akhir tahun 2024, perusahaan XYZ mencatatkan laba bersih sebesar Rp700 juta. Angka ini dihasilkan dari pendapatan total sebesar Rp10 miliar, setelah dikurangi semua biaya operasional, bunga pinjaman, dan pajak. Data laba bersih ini diperoleh dari laporan laba rugi yang telah diaudit dan mencerminkan kinerja keuangan selama satu tahun penuh.
Setelah itu menentukan rata-rata total aset. Berdasarkan laporan posisi keuangan, perusahaan XYZ memiliki total aset sebesar Rp6 miliar di awal tahun 2023. Selama tahun berjalan, perusahaan melakukan pembelian aset tambahan, sehingga total aset di akhir tahun meningkat menjadi Rp6,5 miliar.
Dengan demikian, rata-rata total aset perusahaan selama periode tersebut adalah Rp6,25 miliar. Data ini dihitung untuk memberikan gambaran akurat mengenai aset yang digunakan perusahaan selama tahun 2023.
Setelah data laba bersih dan rata-rata total aset siap, hitung ROA perusahaan XYZ menggunakan rumus berikut:
Rumus:
ROA = Laba Bersih : Total Aset
Perhitungan:
Agar lebih lengkap juga, contoh perhitungan ini Bee kalikan 100 untuk mengetahui nilai persentasenya.
ROA = 700.000.000 : 6.250.000.000 X 100% = 11,2%
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa perusahaan XYZ mampu menghasilkan laba sebesar 11,2% dari total aset yang dimilikinya. Dengan angka ini pula, perusahaan bisa dibilang tergolong cukup efisien dalam memanfaatkan asetnya.
Di atas merupakan pembahasan lengkap terkait rumus ROA (Return on Assets). Jika diringkas, rumus ROA ini bukan hanya untuk mengevaluasi efisiensi penggunaan aset, tetapi juga untuk membantu perusahaan dalam membuat keputusan strategis. Cara mengetahuinya pun mudah, rumus dan tahapan menghitungnya tadi bisa Anda tiru, menyesuaikan data dari perusahaan Anda.
Namun, menghitung ROA dan melakukan analisis keuangan lainnya terkadang memakan waktu jika dilakukan secara manual. Ini masalah kebanyakan pebisnis. Jika Anda termasuk salah satunya, sekarang waktunya Anda menyelesaikan masalah tersebut, dengan mempertimbangkan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud. Apa itu Beecloud?
Beecloud adalah aplikasi pembukuan keuangan berbasis cloud, yang dirancang untuk mempermudah pencatatan, pengelolaan, hingga analisis data keuangan perusahaan Anda. Fitur-fitur di dalamnya pun canggih; bisa membantu Anda menyusun laporan laba rugi dan neraca hanya dengan beberapa klik, sehingga Anda bisa menghitung ROA dengan cepat dan akurat.
Kalau Anda penasaran info lebih lengkapnya, atau langsung ingin mencobanya gratis, silakan klik banner di bawah ini!