Ekonomi Islam hadir sebagai panduan komprehensif bagi umat muslim dalam menjalani kehidupan ekonomi yang sejalan dengan syariat Islam yang dijalankan berdasarkan prinsip ekonomi islam
Berlandaskan nilai-nilai tauhid, keadilan, dan kesejahteraan, prinsip-prinsip Ekonomi Islam menawarkan kerangka kerja yang holistik untuk mencapai kesuksesan duniawi dan kebahagiaan akhirat.
Prinsip-prinsip ini mencangkup berbagai aspek, mulai dari kepemilikan harta, produksi, distribusi, konsumsi, hingga peran pemerintah dalam mengatur ekonomi.
Ekonomi islam disebut juga dengan ekonomi syariah. Menurut Monzer Kahf dalam Buku Pengatar Ekonomi Islam (2021) karya Azharsyah Ibrahim, dkk. Ekonomi islam adalah bagan dari ilmu ekonomi yang bersifat interdisipliner dalam arti kajian ekonomi syariah yang tidak dapat berdiri sendiri.
Yang memerlukan penguasaan yang baik terhadap ilmu pendukungnya yang berfungsi sebagai alat analisis. Seperti matematika, statistik, logika dan ushul fiqh.
Sedangkan Menurut Abdullah al-Arabi dalam buku Islamic Economic, menjelaskan jika ekonomi syariah atau ekonomi islam merupakan sekumpulan dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari alquran dan sunah yang menjadi pondasi perekonomian pada setiap lingkungan dan masa.
Dalam hal ini Abdul Manan juga berpendapat dalam Choudhury, M. A. (1986), jika ilmu ekonomi islam bisa menjadi ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi masyarakat yang diilhami dari nilai-nilai islam.
Dari seluruh penjelasan di atas dapat disimpulkan jika, ekonomi islam adalah sebuah sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yang bersumber dari l-Qur'an, Sunnah Nabi Muhammad SAW, dan ijtihad para ulama.
Baca Juga: Mengenal Ilmu Ekonomi Syariah dan Dasar Hukumnya
Adapun tujuan dari ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
Menurut M Umar Chapra dalam Abu Bakar, M.M, menjelaskan ada 5 dasar prinsip ekonomi islam, yakni Tauhid (Keesaan Tuhan), Khilafah (Perwakilan Tuhan), 'Adalah (Keadilan), Tazkiyah dan Al-falah.
Berikut penjelasan lengkapnya:
Pertama adalah prinsip ketuhanan, prinsip ini menegaskan bahwa dalam ekonomi Islam, hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) harus sama pentingnya dengan hubungan antar manusia (horizontal).
Semua aktivitas ekonomi harus berlandaskan keadilan sosial yang diajarkan oleh Al-Qur’an, dan bertujuan untuk mencapai kepuasan spiritual serta kesejahteraan masyarakat luas.
Bukan hanya kepuasan materi dan keuntungan pribadi. Ekonomi Islam menjadikan tauhid sebagai landasan utama, dimana segala usaha dianggap sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.
Kemudian adalah perwakilan, manusia dianggap sebagai khalifah atau wakil Tuhan di bumi yang diberi tanggung jawab untuk mengelola dan menjaga alam dengan sebaik-baiknya.
Ini berarti manusia harus memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana dan bertanggung jawab, memastikan keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem.
Prinsip ini menekankan bahwa manusia harus menggunakan kemampuan mental, spiritual, dan materi yang diberikan oleh Allah untuk memenuhi misi mereka secara efektif.
Keadilan merupakan prinsip utama dalam ekonomi Islam yang harus diterapkan dalam semua aspek ekonomi, seperti penentuan harga, kualitas produksi, perlakuan terhadap pekerja, dan kebijakan ekonomi.
Al-Qur’an sendiri menekankan pentingnya menegakkan keadilan dan menghapus segala bentuk diskriminasi. Prinsip ini didasarkan pada hukum alam yang diciptakan dengan keseimbangan dan keadilan, serta ajaran bahwa keadilan adalah dekat dengan takwa kepada Allah.
Prinsip ke 4 adalah takziyah, yang berarti penyucian diri, yang merupakan proses penting dalam pembangunan ekonomi. Hal ini menekankan bahwa sebelum manusia dapat menjadi agen pembangunan yang efektif, mereka harus melalui proses penyucian diri.
Jika proses ini dilaksanakan dengan baik, maka segala bentuk pembangunan dan pengembangan yang dilakukan akan membawa kebaikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan secara keseluruhan.
Al-Falah adalah konsep sukses dalam Islam, yang mencakup keberhasilan duniawi dan akhirat. Prinsip ini menekankan bahwa segala pencapaian di dunia harus memberikan kontribusi positif untuk kehidupan di akhirat, selama pencapaian tersebut sesuai dengan petunjuk Allah.
Dalam pandangan Islam, tidak ada pemisahan antara usaha duniawi dan persiapan untuk kehidupan akhirat. Manusia diharapkan menjalankan amanat Allah dengan memakmurkan bumi, bekerja dengan halal, dan memastikan bahwa hasil usahanya membawa manfaat sosial dan spiritual.
Berikut beberapa contoh praktik ekonomi islam:
Biasanya, bank syariah tidak mengenakan bunga (riba) pada pinjaman atau simpanan, tetapi menggunakan sistem bagi hasil (profit-sharing) seperti mudharabah (kerjasama bagi hasil) dan musyarakah (kemitraan).
Bank membeli barang yang diinginkan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah dengan margin keuntungan yang disepakati. Pembayaran bisa dilakukan secara angsuran.
Kemudian, ada zakat, infaq, dan sedekah. Dimana, setiap Muslim yang mampu diwajibkan mengeluarkan zakat, yakni 2,5% dari harta yang dimiliki selama setahun untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti fakir miskin, orang yang berhutang, dan lain-lain.
Memastikan bahwa barang yang diperjualbelikan adalah milik penjual dan dalam kondisi baik saat transaksi dilakukan. Dimana, penjual harus jujur tentang kondisi barang dan tidak boleh menyembunyikan cacat atau kekurangan dari pembeli.
Berikut adalah lima perbedaan utama antara ekonomi Islam dan ekonomi konvensional:
Baca Juga: 3 Konsep Dasar Ilmu Ekonomi, Penggolongan dan Pengaruhnya dalam Bisnis
Kelima perbedaan ini menunjukkan bagaimana ekonomi Islam dan ekonomi konvensional memiliki pendekatan yang berbeda dalam mengelola dan mengatur kegiatan ekonomi. Semoga bermanfaat!