Ditunjang dengan kemudahan dalam melakukan transaksi jual beli, perilaku konsumtif sudah menjadi fenomena sosial yang tak terelakkan lagi. Dimana secara pengertian konsumtif adalah kegiatan konsumsi secara berlebihan.
Dorongan untuk terus memperoleh barang-barang fungsional maupun gaya hidup terbaru, seringkali membuat individu terjerat dalam pola belanja impulsif yang dapat berdampak pada keuangan pribadi maupun lingkungan.
Simak informasi selengkapnya pada artikel di bawah ini dan apa pengaruhnya terhadap ekonomi bisnis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsumtif adalah sifat konsumtif (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri) dan bergantung pada hasil produksi pihak lain.
Sedangkan menurut Raymond Tambunan (2001) dalam Jurnal Psikologi dan Masyarakat yang berjudul Remaja dan Perilaku Konsumtif, menjelas jika perilaku konsumtif adalah keinginan mengkonsumsi barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal.
Dari pengertian singkat ini bisa disimpulkan sebagai sebuah sifat kecenderungan konsumsi secara berlebihan. Istilah konsumtif ini sangat berkaitan dengan perilaku konsumen dan menjadi salah satu gaya hidup konsumen, dimana mereka menganggap gaya hidup seperti ini akan mendapatkan kepuasan sendiri tanpa mementingkan prioritas kebutuhan.
Baca Juga: Begini Teori Perilaku Konsumen, Pebisnis Wajib Tahu!
Dari penjelasan ini apakah sifat konsumtif akan menguntungkan pelaku bisnis? Iya namun juga tidak, akan menguntungkan karena meningkatkan penjualan, namun dalam jangka waktu pendek.
Dan akan menjadi tidak menguntungkan jika dalam jangka waktu panjang, dimana resiko konsumen akan mengalami masalah keuangan, kebiasaan berhutang dan lain-sebagainya akan yang nantinya akan menurunkan daya beli mereka, sehingga resiko turunnya penjualan akan terbuka lebar.
Oleh sebab itu, pelaku bisnis sangat perlu mempertimbangkan keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan, untuk membangun ekonomi lebih sehat dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
Berdasarkan aspek dari teori Erich Fromm (1955) ada 3 karakteristik perilaku konsumtif adalah berikut diantaranya:
Karakteristik dari pembelian ini ditandai dengan cara seorang dalam membeli yang ditandai dengan hastrai keinginan yang muncul secara tiba-tiba tanpa adanya pertimbangan terlebih dahu.
Perilaku konsumtif seringkali menciptakan perilaku pembelian yang bersifat pemborosan, di mana individu mengeluarkan uang lebih besar daripada pendapatannya.
Seperti membeli barang atau layanan yang sebenarnya kurang diperlukan. Ini mencerminkan ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pendapatan yang dapat menyebabkan masalah keuangan dalam jangka panjang.
Karakteristik ini mencakup pembelian yang dilakukan berdasarkan motif emosional, bukan berdasarkan pertimbangan rasional atau kebutuhan yang sesungguhnya.
Faktor emosional seperti perasaan cinta, kenyamanan, kebanggaan, kepraktisan, dan status sosial menjadi pengaruh utama dalam pengambilan keputusan pembelian.
Menurut Sukardi (2009) faktor penyebab perilaku konsumtif adalah sebagai berikut:
Faktor pertama adalah tingkat pendapatan, dimana pendapatan seseorang secara langsung mempengaruhi pola konsumsinya. Individu dengan pendapatan yang tinggi cenderung memiliki pola konsumsi yang lebih tinggi.
Sementara mereka dengan pendapatan rendah cenderung memiliki pola konsumsi yang lebih sederhana. Pekerjaan dan stabilitas pendapatan juga memainkan peran dalam membentuk perilaku konsumtif.
Selain pendapatan tingkat pendidikan dan status sosial seseorang dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin tinggi pula pola konsumsi, karena pendapatan yang lebih tinggi mendukung kegiatan konsumsi yang lebih tinggi.
Berikutnya adalah Kebiasaan atau sikap hidup seseorang, seperti hidup hemat atau boros, mencerminkan pola konsumsinya. Orang yang memiliki gaya hidup mewah cenderung memiliki pola konsumsi yang lebih besar daripada orang yang hidup sederhana.
Berikutnya adalah tingkat peradaban atau kemajuan suatu masyarakat dapat mempengaruhi pola konsumsinya. Masyarakat yang hidup di tingkat peradaban yang modern cenderung memiliki pola konsumsi yang lebih tinggi daripada masyarakat di tingkat peradaban rendah.
Selain dari faktor pembeli, faktor dari harga juga bisa menjadi penyebab perilaku konsumtif seseorang, belum lagi dari kemudahan akses penduduk terhadap barang dan jasa.
Yang akan mengakibatkan pola konsumsi yang lebih tinggi dan kompleks. Sebaliknya, ketersediaan yang terbatas dapat membatasi pola konsumsi.
Perilaku konsumtif, khususnya pada remaja, dapat dipengaruhi oleh tren mode. Remaja, terutama remaja putri, cenderung memiliki perilaku konsumtif yang lebih tinggi, mudah terpengaruh oleh iklan, tertarik pada mode, kurang hemat, dan bersifat impulsif.
Berikut beberapa contoh kasus perilaku konsumtif berdasarkan faktornya:
Seseorang dengan pendapatan yang tinggi mungkin cenderung melakukan pembelian barang-barang mewah seperti mobil atau perhiasan yang tidak hanya memenuhi kebutuhan fungsional tetapi juga mencerminkan status sosial yang tinggi.
Individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan status sosial yang mapan mungkin lebih cenderung untuk berinvestasi dalam pendidikan tambahan, seperti kursus-kursus atau sertifikasi yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan tetapi juga memperluas jaringan sosial mereka.
Saat harga barang-barang tertentu sedang diskon atau dalam promo khusus, seseorang mungkin tergoda untuk melakukan pembelian impulsif yang sebenarnya tidak termasuk dalam kebutuhan mereka, karena mereka melihat kesempatan untuk mendapatkan barang dengan harga yang lebih rendah dari biasanya.
Trend mode terbaru atau produk yang sedang populer dapat mendorong individu untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan.
Terutama jika mereka terpengaruh oleh tekanan sosial atau keinginan untuk tetap "update" dengan tren saat ini, bahkan jika barang tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Seseorang dengan pendapatan tinggi dan tingkat pendidikan yang baik mungkin tergoda untuk mengikuti tren konsumtif yang sedang populer.
Misalnya, mereka mungkin membeli produk teknologi terbaru yang harganya mahal, sebagian besar karena dorongan untuk tetap relevan dalam lingkungan sosial dan profesional mereka.
Berikut adalah beberapa cara mengatasi perilaku konsumtif:
Langkah pertama yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi perilaku konsumen dalam membuat anggaran bulanan yang jelas dan prioritas pengeluaran.
Identifikasi kebutuhan pokok dan alokasikan anggaran untuk itu. Rencanakan pembelian dengan lebih bijak dan hindari impuls yang tidak direncanakan.
Tentukan prioritas keuangan Anda, seperti membayar hutang atau menabung untuk tujuan tertentu. Fokus pada kebutuhan daripada keinginan dapat membantu mengendalikan perilaku konsumtif.
Baca Juga: 5 Contoh Skala Prioritas dalam Bisnis
Cari alternatif pemuasan kebutuhan yang lebih ekonomis atau berkelanjutan. Misalnya, pertimbangkan membeli barang bekas, menyewa daripada membeli, atau mencari opsi yang lebih terjangkau.
Sebelum melakukan pembelian, pertimbangkan apakah barang atau layanan tersebut benar-benar diperlukan. Tanyakan pada diri sendiri apakah pembelian tersebut akan memberikan nilai jangka panjang atau hanya memberikan kepuasan sementara.
Batasi paparan terhadap iklan yang merangsang perilaku konsumtif. Hindari tekanan dari teman atau tren yang mendorong Anda untuk membeli hal-hal yang sebenarnya tidak Anda butuhkan. Fokuslah pada nilai dan keberlanjutan.
Mengatasi perilaku konsumtif memerlukan komitmen untuk mengubah kebiasaan dan pandangan terhadap keuangan pribadi.
Selain itu, dapat membantu untuk mencari dukungan dari teman atau keluarga serta mempertimbangkan konsultasi dengan ahli keuangan atau konselor keuangan.