Dalam dunia bisnis, perencanaan keuangan yang matang sangatlah penting untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan. Salah satunya adalah forecasting, dalam prakteknya ada dua metode yang biasa digunakan yakni bottom up forecasting dan top down forecasting.
Apa itu forecasting dalam bisnis? Forecast atau forecasting adalah proyeksi keuangan yang berguna untuk memprediksi arah dan perkembangan perusahaan di masa depan. Nah, mari kita bahas lebih detail tentang apa yang dimaksud dengan forecasting dan bagaimana penerapan strategi button dan top down dalam bisnis pada artikel berikut ini!
Dalam jurnal artikel berjudul Penentuan Metode Peramalan Pada Produksi Part New Granada Bowl ST di PT.X karya Fandi Ahmad (2020), menjelaskan jika forecasting adalah sebuah metode pendekatan yang dilakukan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan atas situasi masa depan dengan cara melakukan pengujian data historis yang terjadi di masa lalu.
BACA JUGA: Forecasting Adalah: Definisi, Tujuan, dan Metode
Apa yang dimaksud dengan button up dan top down forecasting? Berikut penjelasan lengkapnya.
Bottom-up forecasting adalah metode peramalan yang dimulai dari tingkat operasional perusahaan, seperti data penjualan per produk atau layanan, dan kemudian digabungkan untuk membentuk proyeksi pendapatan atau kinerja keuangan secara keseluruhan.
Pendekatan ini menekankan detail spesifik dari unit bisnis terkecil untuk menghasilkan estimasi yang lebih akurat. Ada beberapa karakteristik bottom up forecasting yang membedakan metode ini dengan metode lainnya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Sedangkan top down forecasting adalah metode yang dimulai dengan analisis data pasar atau industri secara keseluruhan. Proyeksi ini menggunakan tren makroekonomi sebagai dasar, yang kemudian diturunkan menjadi prediksi kinerja perusahaan.
Berikut beberapa karakteristik metode top down forecasting:
Kenapa sebuah bisnis perlu melakukan forecasting? Berikut fungsi dan alasannya:
Forecasting membantu perusahaan merencanakan tujuan jangka pendek dan panjang dengan lebih matang, berdasarkan data historis dan tren yang ada. Hal ini memungkinkan penyesuaian strategi sesuai dengan perubahan kondisi pasar.
Dengan memprediksi pendapatan dan pengeluaran di masa depan, forecasting memungkinkan perusahaan menetapkan anggaran yang realistis dan sesuai kebutuhan, sehingga alokasi sumber daya dapat dilakukan secara efisien.
Dengan prediksi yang dilakukan, perusahaan dapat mengidentifikasi peluang dan risiko di masa depan, memungkinkan penyesuaian strategi untuk meningkatkan peluang sukses dan mengurangi potensi kerugian.
Fungsi forecasting selanjutnya adalah dapat mengoptimalkan proses produksi atau pengadaan barang, karena dengan forecasting perusahaan tahu estimasi permintaan produk di masa depan.
Sehingga dapat dilakukan penyesuaian stok, untuk menghindari kelebihan atau kekurangan stok, dan memastikan ketersediaan produk sesuai kebutuhan pasar.
Dari penjelasan di atas, kita bisa menyimpulkan jika bottom up dan top down forecasting memiliki beberapa perbedaan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Perbedaan pertama adalah sumber data dan pendekatannya, dimana bottom up forecasting dimulai dari tingkat operasional perusahaan, seperti data penjualan per produk atau layanan, yang kemudian digabungkan untuk membentuk proyeksi pendapatan atau kinerja keuangan secara keseluruhan.
Sedangkan sumber data dan pendekatan yang dilakukan pada top down forecasting adalah dimulai dari analisis data pasar atau industri secara keseluruhan, kemudian diturunkan ke proyeksi kinerja perusahaan. Pendekatan ini berfokus pada tren makroekonomi dan kondisi pasar untuk menentukan estimasi pendapatan atau kinerja keuangan.
Metode bottom up forecasting lebih banyak melibatkan karyawan dan manajemen, dibanding dengan metode top down, dimana metode button up ingin memaksimalkan bahan diskusi berdasarkan wawasan masing-masing karyawannya.
Sedangkan top down forecasting biasanya ditentukan oleh manajemen puncak dan kemudian disebarkan ke bawah melalui struktur organisasi, dengan sedikit keterlibatan dari level operasional dalam proses peramalan.
Bottom up forecasting cenderung lebih realistis karena didasarkan pada data operasional yang spesifik dan aktual, memungkinkan perusahaan untuk menetapkan target yang lebih sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Sedangkan top down forecasting mungkin kurang akurat dalam mencerminkan kondisi spesifik perusahaan, karena tidak mempertimbangkan detail operasional yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan.
Perbedaan terakhir adalah dari fleksibilitas dan responsivitas metodenya, dimana button up dinilai lebih responsif terhadap perubahan kondisi pasar lokal dan operasional, karena didasarkan pada data spesifik dari unit bisnis.
Sedangkan top down mungkin kurang fleksibel dalam menanggapi perubahan cepat di tingkat operasional atau lokal, karena berfokus pada tren makro dan data agregat.
Berikut beberapa keuntungan dan keuntungan dari masing-masing metode forecasting:
Meskipun memiliki banyak keuntungan, dua metode ini juga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Berikut contoh penerapan strategi bottom up dan top down forecasting pada bisnis:
Misalnya, Sebuah perusahaan retail yang memiliki 5 cabang ingin membuat proyeksi penjualan untuk tahun depan, bagaimana langkah penerapan metode button up pada kasus ini?
Hasilnya, Perusahaan mendapatkan gambaran terperinci tentang performa masing-masing cabang dan bagaimana kontribusinya terhadap total pendapatan perusahaan.
Anda juga bisa memantau analisa penjualan dengan menggunakan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud, dengan memantau omset bisnis banyak cabang, sampai mengamati produk terlaris. Mau coba? klik banner di bawah ini:
Sedangkan untuk metode top down, kita contohkah pada bisnis restoran cepat saji. Misalnya, sebuah perusahaan makanan cepat saji ingin memperkirakan total pendapatan untuk tahun depan berdasarkan pertumbuhan pasar. Berikut langkah penerapannya:
Hasil proyeksi penjualan dihitung sebagai berikut: = Rp 10 triliun x 5% = Rp 500 miliar. Jika pasar tumbuh 8% tahun depan, maka: = Rp 500 miliar x 108% = Rp 540 miliar.
Berdasarkan penjelasan di atas, bisa kita simpulkan jika penerapan metode Bottom-Up dan Top-Down Forecasting dalam bisnis memberikan pendekatan yang berbeda namun saling melengkapi dalam perencanaan strategis.
Bottom-Up Forecasting memungkinkan perusahaan untuk membuat proyeksi yang lebih rinci dan realistis dengan memanfaatkan data dari unit terkecil, seperti cabang atau divisi, sehingga cocok untuk memahami kondisi spesifik operasional.
Sebaliknya, Top-Down Forecasting membantu perusahaan fokus pada gambaran besar dengan memanfaatkan tren pasar dan data makro, yang berguna untuk perencanaan jangka panjang dan penentuan target strategis.
Dengan memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing metode, perusahaan dapat memilih atau mengkombinasikan keduanya untuk menghasilkan proyeksi yang lebih akurat dan relevan dengan kebutuhan bisnis.