Pajak adalah pungutan wajib. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita harus mematuhi kewajiban membayarkan hak negara berupa pajak. Pajak online shop biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagai pungutan wajib.
Pajak mencakup berbagai bidang, mulai dari pajak kendaraan, pendapatan, penghasilan bahkan bagi para pedagang online di berbagai platform marketplace. Kali ini kita kupas tuntas pembahasan pajak bagi pelaku usaha online shop.
Seperti yang kita tahu, bahwa setiap ketentuan pajak tertuang dalam peraturan perundang-undangan melalui persetujuan pemerintah. Lembaga yang mengeluarkan besar tagihan pajak adalah Direktoran Jenderal (Ditjen) Pajak. Berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh Ditjen pajak melalui akun media sosialnya menyatakan bahwa semua penjual online atau UMKM selama memenuhi kriteria subjektif dan objektif tetap wajib membayar pajak. Oleh sebab itu, pemilik online shop harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Ketentuan mengenai pajak online shop diatur berdasarkan Undang-Undang PPH Pasal 17. Pedagang online shop dengan penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar akan dikenakan pajak UMKM. Adapun besaran pajak UMKM adalah sebesar 0,5% dari penghasilan bruto.
Baca Juga: Cari Tahu Perbedaan Laporan Pajak Bulanan dan Tahunan Di Sini
Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP) diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021. UU HPP dibentuk dengan tujuan diantaranya meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian, mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.
Adapun sistematika dalam UU HPP yang terdiri dari:
Berikut peraturan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) :
Dalam transaksi perdagangan tentu harus memenuhi syarat dimana ada penjual dan pembeli untuk memperoleh keuntungan. Oleh karena itu, pajak bagi pelaku usaha online shop berbeda dengan pajak yang dikenakan bagi pembeli. Pajak antara transaksi online dengan usaha jualan online adalah hal yang berbeda.
Jika pajak transaksi online artinya pajak yang dikenakan atas transaksi yang terjadi dalam jual beli secara daring, sedangkan pajak usaha jualan online artinya pajak yang dikenakan atas penghasilan dari bisnis yang dimiliki. Jadi, jenis-jenis pajak online shop tidak hanya dibebankan kepada penjual saja, namun juga dikenakan kepada pembeli, bahkan merupakan tanggungjawab pihak marketplace.
Berikut jenis-jenis pajak dalam online shop.
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan baik dari perorangan maupun badan usaha. Pajak penghasilan yang dikenakan pada penjual online shop adalah jenis PPh. Besaran pajak yang nantinya akan dibayarkan, berdasar pada besaran omzet yang diperoleh dari hasil penjualan pada online shop.
Dalam beberapa kasus, sebagian orang salah memahami pajak PPh dari online shop. Pajak ini bukan didasarkan pada perhitungan transaksi, melainkan omzet secara keseluruhan. Jadi pajak ini dibebankan kepada penjual online shop bukan pembeli.
Sama seperti Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dari bekerja sebagai pegawai/karyawan, mereka secara rutin telah membayar pajak penghasilan melalui pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh pemberi kerja. Wajib pajak yang memiliki usaha (WP Pribadi Pengusaha) juga harus membayar PPh atas penghasilan yang diperolehnya dari jualan online di online shop.
Bedanya, bagi WP Pribadi Pengusaha maupun WP Badan yang punya toko online di marketplace ini harus menghitung dan menyetorkan sendiri kewajiban PPh-nya ke negara. Karena pajak penghasilan di Indonesia masih menganut sistem perpajakan self-assessment.
Sebagai wajib pajak, baik WP Pribadi Pengusaha maupun WP Badan, selama memiliki penghasilan bruto di bawah Rp4,8 miliar setahun, hanya dikenakan PPh sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018, yakni sebesar 0,5% dari omzet bruto. Dengan catatan, selama wajib pajak tersebut belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan tidak melakukan pembukuan.
Tarif pajak ini dikenal sebagai tarif PPh Final UMKM PP 23/2018, yang mana ketentuan terbaru mengenai batas omzet yang dikenakan PPh Final UMKM diubah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Jika Anda merupakan penjual online shop dengan transaksi penjualan mencapai luar negeri, maka dasar pengenaan pajak meliputi beberapa hal. Meskipun transaksi dilakukan secara online melalui online shop, Anda wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Masuk, maupun PPh Impor. Landasan peraturan pajak impor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.010/2019 tentang Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.
Ketiga jenis pajak ini dikenakan untuk transaksi barang dengan harga di atas US$3 yang dikirimkan dari Kawasan Perdagangan Bebas seperti Kabupaten Bintan, Kota Batam, Kota Sabang, dan Kabupaten Aceh Besar. PPN, Bea Masuk dan PPh impor tersebut disetor ke kas negara oleh perusahaan jasa kirim sebagai pemungut pajak dari transaksi yang ada di marketplace tersebut.
Jadi, ketiga jenis pajak dari transaksi di toko online ini bisa diabaikan saja oleh penjual di online shop karena memang tidak dibebankan ke penjual maupun bukan kewajiban penjual di toko online untuk menyetorkan ke kas negara.
Perlu dipahami, dalam aktivitas bisnis di toko online juga mengandung unsur Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26 maupun Pajak Penghasilan Pasal 21. Jenis pajak penghasilan pasal 23 atau pasal 26 ini merupakan PPh yang dipotong oleh pihak marketplace dari biaya jasa yang dibayarkan marketplace ke perusahaan yang jasanya digunakan pihak marketplace.
Jika PPh Pasal 23 dikenakan pada perusahaan wajib pajak dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 merupakan wajib pajak luar negeri. Sedangkan PPh Pasal 21 dalam perpajakan di online shop ini muncul ketika pihak marketplace menggunakan jasa dari pihak individu atau perorangan, misalnya influencer. Maka, pihak marketplace ini akan memotong PPh 21 dari biaya jasa atau komisi yang diberikan kepada individu yang jasanya digunakan oleh pihak marketplace tersebut.
Karena telah memotong atau memungut PPh 23/26 dan PPh 21, maka pihak marketplace pula yang akan menyetorkan hasil pemungutan PPh 23/26 maupun PPh 21 ini ke kas negara. Ketiga jenis PPh tersebut, akan langsung dipotong pihak marketplace pada saat transaksi pembayaran jasa.
PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pungutan yang dikenakan pada proses distribusi maupun transaksi. Pemungutan PPN cukup sering ditemukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti makan di restoran, berbelanja di mall hingga online.
Jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam bisnis online shop juga merupakan kewajiban pihak marketplace dan pihak yang memberikan jasa, bukan penjual barang di toko online ini. Ketika pihak marketplace menggunakan jasa dari pihak yang memberikan jasa, maka pihak marketplace tersebut harus membayar PPN yang dipotong langsung pada saat transaksi oleh pihak pemberi jasa. Kemudian pihak pemberi jasa dalam hal ini perusahaan yang sudah berstatus PKP, harus menyetorkan pemungutan/pemotongan PPN atas transaksi jasa kena pajak dari pihak marketplace tersebut ke kas negara.
Sementara itu, pihak marketplace sendiri juga akan menjadi pihak yang memungut PPN. Marketplace akan memungut PPN dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau PPN PMSE atas barang/jasa kena pajak dari luar negeri melalui sistem elektronik.
Artinya, PPN PMSE ini dibayarkan oleh penjual barang/jasa kena pajak dari luar negeri. Sedangkan PPN PMSE 10% itu sendiri sebenarnya dibebankan pada pembeli produk/jasa digital yang dijual oleh penjual luar negeri kepada pembeli di Indonesia melalui situs. Jadi, kewajiban PPN dari bisnis di online shop ini juga bukan merupakan kewajiban penjual di toko online yang merupakan wajib pajak dalam negeri.
Namun bagi penjual di toko online yang sudah memiliki sejumlah omzet lebih dari Rp4,8 miliar setahun, baik penjual di marketplace sebagai orang pribadi maupun badan/perusahaan, maka sudah wajib mengajukan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Ketika WP Badan maupun WP Pribadi sudah berstatus PKP, maka memiliki kewajiban memungut PPN atas transaksi barang/jasa kena pajak yang dilakukannya dan menerbitkan Faktur Pajak untuk lawan transaksi. Kemudian WP Badan ataupun WP Pribadi PKP sebagai penjual di toko online ini wajib menyetorkan pemungutan/pemotongan PPN dari lawan transaksi tersebut ke kas negara.
Langkah pertama sebelum membayar pajak adalah Anda harus mengetahui besaran pajak yang akan dibayarkan. Caranya menggunakan perhitungan PPh Final 0,6% dari omzet bruto penjualan melalui online shop. Penjual di online shop harus membayarkan PPh terutang ke DJP dengan syarat memiliki NPWP. Jika Anda belum memiliki NPWP, maka Anda dapat membuatnya terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Namun, jika Anda telah memiliki NPWP, Anda dapat membayar pajak online shop dengan langkah-langkah sebagai berikut.
Ingat, penyetoran PPh Final PP 23/2018 ini harus dilakukan setiap bulan. Namun tidak perlu melaporkan atas pembayaran tersebut setiap bulannya. Bagi penjual di toko online yang memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar setahun, juga memiliki kewajiban menghitung kembali pajak terutang pada SPT Tahunan.
Penghitungan pajak terutang pada SPT Tahunan ini sesuai Pasal 29 UU PPh yakni menghitung pajak terutang yang sebenarnya, yang hasilnya merupakan angsuran pajak terutang PPh Pasal 25. Jadi, PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak terutang yang dihitung dari pajak terutang tahun sebelumnya dibagi 12 bulan. Jatuh tempo pembayaran PPh Final PP 23/2018 maupun angsuran pajak terutang PPh 25 paling lambat dibayarkan setiap tanggal 15 bulan berikutnya.
Selain membayar pajak, kewajiban WP Pribadi maupun WP Badan penjual di toko online shop ini juga harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Pelaporan SPT Tahunan Pribadi pengusaha yang jualan di toko online harus menggunakan Formulir SPT 1770. Sementara itu, pelaporan SPT Tahunan Badan yang jualan di toko online harus menggunakan formulir SPT 1771.
Dahulu, cara melaporkan SPT Tahunan pajak penghasilan bagi WP Pribadi maupun WP Badan penjual di toko dapat melalui aplikasi SPT DJP Online. Namun saat ini, saluran laporan melalui aplikasi telah ditutup secara resmi. Selanjutnya, Selanjutnya, Ditjen Pajak mengalihkan pelaporan SPT Tahunan ke e-Filing dan e-Form serta layanan yang disediakan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) seperti Klikpajak by Mekari sebagai mitra resmi DJP.
Melalui Klikpajak.id, cara lapor SPT Tahunan Badan online, Anda bisa langsung cara membuat SPT tahunan badan atau Formulir 1771 tanpa install aplikasi e-SPT Tahunan PPh Badan atau download SPT Tahunan Badan seperti cara pembuatan SPT Tahunan Badan sebelum aplikasi e-SPT DJP dihapus.
Seperti kita tahu, dalam pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) diperlukan Formulir 1771. Formulir eSPT PPh Badan 1771 selama ini dibuat melalui aplikasi eSPT DJP dengan cara install eSPT PPh Badan rupiah atau download eSPT Tahunan Badan rupiah terlebih dahulu.
Jadi, e-SPT adalah aplikasi yang digunakan untuk membuat formulir eSPT Tahunan Badan rupiah dengan download eSPT PPh Tahunan Badan rupiah saat akan menyampaikan SPT Tahunan Badan online. Setelah membuat Formulir 1771, tahap berikutnya baru ke proses melaporkan SPT Badan 1771 tersebut.
Artinya, ada dua tahapan yang harus dilakukan dalam proses pelaporan SPT Tahunan Badan ini, yakni membuat SPT di eSPT PPh Badan atau download SPT Tahunan Badan dengan cara install aplikasi eSPT DJP dan melampirkan Formulir e-SPT Tahunan PPh Badan 1771 itu pada saat menyampaikan SPT Tahunan Badan. Pada saat akan melaporkan SPT pajak melalui e-SPT Badan DJP, perlu melakukan update eSPT PPh Badan apabila terdapat pembaruan sistem oleh Ditjen Pajak.
Baca Juga: Apa itu SPT? Memahami Lebih dalam Tentang SPT
Pemerintah resmi mengumumkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Hal ini mengatur, salah satunya, terkait perubahan ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai (PPN).
Ada 3 pokok perubahan ketentuan PPN yang diatur meliputi kenaikan tarif secara bertahap, perluasan basis PPN melalui pengurangan pengecualian, serta penerapan PPN final. Ketiga hal tersebut akan mulai berlaku pada 1 April 2022.
UU HPP mengatur pengenaan PPN final untuk mempermudah pemungutan dan penyetoran PPN oleh pengusaha kena pajak (PKP). Dalam penjelasan Pasal 9A ayat (1), disebutkan PPN final nantinya diterapkan guna memberikan kemudahan administrasi serta rasa keadilan.
Salah satu PKP yang bakal menggunakan skema PPN final yakni UMKM. Nantinya, menteri keuangan dapat menentukan besarnya PPN yang dipungut dan disetor oleh PKP yang memiliki omzet tertentu dalam 1 tahun.
Kemudian, PPN final juga dapat dikenakan atas PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu. PKP dengan kegiatan usaha tertentu antara lain mereka yang kesulitan dalam mengadministrasikan pajak masuk, mereka yang melakukan transaksi melalui pihak ketiga, atau kegiatan usaha yang proses bisnisnya kompleks sehingga pengenaan PPN tidak dapat dilakukan dengan mekanisme normal.
Selain itu, ketentuan PPN final nantinya juga dapat diberlakukan terhadap PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) tertentu. BKP/JKP tertentu yang dimaksud adalah BKP/JKP yang dikenai PPN untuk perluasan basis dan BKP yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
Seperti yang kita tahu, bahwa untuk membayar pajak atau lapor pajak wajib memiliki NPWP. Hal ini juga berlaku bagi online shop. NPWP sering dianggap tidak penting, bahkan masih banyak yang melakukan kecurangan dengan tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWP. Tapi tahukah konsekuensi apa yang akan diterima bila tidak memiliki NPWP sedangkan memiliki penghasilan yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang ada? Konsekuensinya adalah akan dikenakan sanksi tarif pajak yang lebih tinggi dari tarif normal.
Proses pembuatan NPWP tidak serumit yang dibayangkan. Tentunya persyaratan untuk mendapatkan NPWP harus dipenuhi. Untuk mendapatkan NPWP di zaman yang serba canggih dan online ini bisa mendaftarkannya secara online juga.
Caranya cukup mudah dengan mengakses website pendaftaran NPWP secara online yakni https://ereg.pajak.go.id. Sebelum mengakses halaman tersebut, kita harus mempersiapkan dokumen secara digital untuk diupload ke halaman tersebut. Contohnya seperti KTP, fotokopi KK, dan lain sebagainya. Setelah itu kita dapat mengakses halaman website dan mengupload persyaratan yang ditentukan. Kemudian setelah melakukan pendaftaran, KPP akan menerbitkan Bukti Penerimaan Surat. Setelah disetujui, kartu NPWP akan dikirimkan ke alamat tempat tinggal terdaftar.
Setelah mendapatkan NPWP, maka sebagai pelaku bisnis online shop dapat melakukan berbagai transaksi secara mudah dan efisien. Selain itu juga mencerminkan bahwa kita sebagai pelaku bisnis online shop telah mematuhi dan menaati peraturan perpajakan di Indonesia.
Sebagai warga negara yang baik hendaknya kita mengindahkan seluruh peraturan yang berlaku. Bayar pajak merupakan kewajiban bagi setiap orang yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Jika Anda pelaku usaha online shop, perhatikan setiap detail ketentuan pajak yang berlaku. Hal ini akan sangat membantu Anda dalam proses menjalankan bisnis. Juga dapat meminimalisir resiko kerugian seperti beberapa kasus secara mendadak mendapat tagihan pembayaran pajak dalam jumlah yang besar karena tidak membayar pajak online shop.
Ketika Anda memahami pajak online shop, laporan seperti SPT tahunan online harus dibayarkan untuk menghindari denda pembayar pajak yang terlambat. Semoga Anda tidak melakukan kesalahan saat melaporkan pajak bisnis Anda. Untuk memfasilitasi pajak pada perusahaan, Anda dapat menggunakan software akuntansi online Beecloud.
Beecloud merupakan salah satu software akuntansi online terbaik yang bisa Anda gunakan untuk memudahkan operasional usaha Anda, termasuk untuk melakukan ekspor import e-faktur. Coba gratis software akuntansi online Beecloud sekarang!