Dalam dunia bisnis, khususnya bagi usaha yang melibatkan kerja sama atau kemitraan, sistem bagi hasil menjadi salah satu cara pembagian keuntungan yang paling umum digunakan. Salah satu bentuknya adalah sistem bagi hasil 70 30.
Di mana porsi laba dibagi sesuai kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat, biasanya 70% untuk pihak yang memberikan modal atau sumber daya utama, dan 30% untuk mitra lainnya yang menyumbang tenaga, jaringan, atau keterampilan.
Namun, bagaimana sebaiknya pencatatan akuntansi dilakukan agar pembagian keuntungan tersebut terang benderang dan tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari? Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep sistem bagi hasil 70 30, serta bagaimana pembukuan akuntansi dapat dilakukan dengan baik dan benar, sehingga para mitra bisnis dapat menjaga transparansi serta mengelola keuangan dengan lebih efektif.
Sebelum kita membahas tentang tentang konsep bagi hasil 70 30, kita bahas dulu pengertian dari bagi hasil atau profit sharing. Dalam buku Perbankan Syariah (2011) karya Ismail dijelaskan jika sistem bagi hasil adalah pembagian atas hasil usaha kepada pihak-pihak yang melakukan perjanjian sebelumnya.
Dalam Islam sendiri, sistem bagi hasil sudah ada sejak dahulu dan menjadi bagian penting dalam ekonomi syariah. Konsep ini dikenal dengan istilah mudharabah atau musyarakah, yang mengacu pada kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha.
Pada sistem bagi hasil mudharabah, salah satu pihak menyediakan modal, sementara pihak lainnya menjalankan usaha. Keuntungan dari usaha tersebut kemudian dibagi sesuai dengan nisbah atau kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya, misalnya 70:30, 60:40, atau sesuai kesepakatan lainnya.
Contohnya, pada sistem bagi hasil 70:30 yang akan kita bahas dalam artikel ini, ada dua orang yang bersama-sama melakukan proyek bisnis. Misalnya, salah satu pihak menyediakan modal usaha, sementara pihak lainnya menyediakan tenaga, keahlian, dan waktu untuk menjalankan proyek tersebut.
Pada kesempatan ini, pihak yang menyediakan modal akan mendapatkan 30% dari keuntungan yang dihasilkan, sementara pihak yang menjalankan usaha akan mendapatkan 70% dari keuntungan tersebut.
Sistem bagi hasil merupakan salah satu mekanisme yang digunakan dalam dunia bisnis untuk membagi keuntungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu usaha atau proyek.
pada praktiknya, ada beberapa jenis sistem bagi hasil yang dapat diterapkan, tergantung pada bagaimana pembagian laba dilakukan dan biaya-biaya yang diperhitungkan dalam perhitungan tersebut.
Dalam jenis ini, pembagian laba dilakukan dengan membagi laba bersih yang diperoleh oleh usaha atau proyek. Laba bersih adalah hasil yang diperoleh setelah dikurangi semua biaya, termasuk biaya operasional dan pajak.
Dalam profit sharing, hanya laba bersih yang akan dibagi antara pihak-pihak yang terlibat. Biaya lain seperti biaya operasional tidak diperhitungkan dalam pembagian ini, sehingga pembagian dilakukan hanya berdasarkan hasil akhir dari usaha yang dijalankan.
Berbeda dengan profit sharing, dalam gross profit sharing pembagian dilakukan berdasarkan laba kotor, yaitu laba yang diperoleh dari total pendapatan yang telah dikurangi hanya dengan harga pokok penjualan (HPP).
Pada sistem ini, biaya lainnya seperti biaya pemasaran, pajak, dan biaya operasional masih termasuk dalam laba yang akan dibagi. Dengan kata lain, pengeluaran yang terkait dengan operasional usaha belum dikurangi sebelum pembagian dilakukan. Sehingga pihak-pihak yang terlibat akan memperoleh bagian yang lebih besar karena dihitung berdasarkan laba kotor, bukan laba bersih.
Sedangkan untuk revenue sharing, sistem pembagian hasil yang lebih sederhana, di mana laba yang dibagi adalah total pendapatan atau revenue yang diperoleh tanpa pengurangan biaya apapun, seperti komisi atau biaya operasional.
Ini berarti, pembagian dilakukan berdasarkan total pendapatan yang diterima, tanpa memperhitungkan biaya-biaya lain yang mungkin muncul selama operasional usaha. Jenis revenue sharing ini sering digunakan dalam model perbankan syariah.
Di mana transparansi dan pembagian yang adil menjadi fokus utama, dengan pihak-pihak yang terlibat memperoleh bagian dari pendapatan yang diperoleh sebelum adanya potongan biaya lainnya.
Mengutip dari jurnal artikel berjudul Bagi Hasill (Profit Sharing) dalam Prespektif Islam (2023) karya Syaiful Ma’ruf, dkk, menjelaskan jika prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam 4 akad, yakni:
Al-Musyarokah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberikan kontribusi modal. Dalam akad ini, keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Misalnya, jika dua orang berbisnis bersama, satu pihak menyediakan modal dan yang lainnya menyediakan keahlian atau tenaga. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi kontribusi masing-masing pihak. Begitu pula, kerugian akan ditanggung sesuai dengan besaran modal yang diberikan.
Pada akad ini, satu pihak menyediakan modal (disebut sebagai rabb al-mal) sementara pihak lainnya menyediakan tenaga dan keahlian untuk menjalankan usaha (disebut mudharib).
Keuntungan yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, misalnya 70:30. Namun, jika terjadi kerugian, kerugian tersebut akan ditanggung oleh pihak penyedia modal, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan yang disengaja oleh pihak yang menjalankan usaha.
Sedangkan akad ini lebih sering diterapkan dalam sektor pertanian. Dalam Al-Muzara'ah, pemilik lahan bekerja sama dengan penggarap tanah. Pemilik lahan memberikan tanah untuk dikelola.
Sementara penggarap bertanggung jawab dalam mengolah tanah tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari hasil pertanian akan dibagi sesuai kesepakatan yang telah ditentukan bersama. Biasanya, pembagian keuntungan ini akan didasarkan pada kontribusi masing-masing pihak dalam pengelolaan usaha pertanian.
Terakhir adalah akad al-musaqolah, akad ini hampir mirip dengan Al-Muzara'ah, namun lebih khusus pada usaha perkebunan. Dalam Al-Musaqolah, pemilik kebun memberikan hak kepada pihak lain untuk mengelola kebunnya dan menanam tanaman.
Keuntungan yang diperoleh dari hasil panen akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak. Biasanya, akad ini diterapkan dalam sektor perkebunan, di mana pihak pengelola kebun memiliki peran aktif dalam menjalankan usaha.
Sistem bagi hasil, yang umumnya diterapkan dalam ekonomi syariah, memiliki beberapa keuntungan dan tantangan yang perlu dipertimbangkan baik oleh pelakunya, apa saja keuntungan dan tantangannya? Simak penjelasanya di bawah ini!
Sistem bagi hasil 70:30 sering menjadi pilihan dalam kerja sama usaha karena menawarkan pembagian keuntungan yang jelas dan adil berdasarkan kontribusi masing-masing pihak. Berikut prosedur dan sistem kerjanya:
Sebelum memulai usaha, semua pihak harus duduk bersama untuk menentukan bagaimana pembagian keuntungan dilakukan. Rasio 70:30 biasanya disepakati berdasarkan proporsi kontribusi. Misalnya:
Setelah kesepakatan dibuat, langkah berikutnya adalah memastikan semua pemasukan dan pengeluaran tercatat dengan rapi. Pencatatan keuangan ini penting untuk menentukan keuntungan bersih yang akan dibagi. Pada tahap akhir, perhitungan dilakukan sesuai dengan rasio yang telah disepakati, lalu keuntungan dibagikan kepada masing-masing pihak berdasarkan perannya.
Ada dua sistem yang umum dijadikan patokan pembagian hasil sistem ini, yakni berdasarkan kontribusi dan berdasarkan keuntungan bersihnya:
Misalnya, sebuah usaha memiliki data keuangan sebagai berikut:
Penyelesaiannya:
Laba Bersih = Pendapatan - Biaya
= Rp100.000.000 - Rp40.000.000
= Rp60.000.000
Maka, kesimpulannya adalah pihak A menerima Rp42.000.000 (70%) dan pihak B menerima Rp18.000.000 (30%)
Dengan perhitungan dan pembukuan yang transparan sistem bagi hasil akan berjalan lebih lancar. Oleh karena itu, Anda perlu menggunakan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud. Bantu Anda mencatat semua transaksi keuangan secara akurat dan real-time. Dengan fitur-fitur yang lengkap, Beecloud mempermudah Anda dalam mencatat pendapatan, pengeluaran, hingga menghitung laba bersih yang akan dibagi sesuai kesepakatan.
Bisnis jadi lebih transparan, bisnis anda juga akan lebih terorganisir dan efisien dalam mengelola keuangan. Mau coba gratis? Cek banner di atas sekarang juga!