Fintech adalah singkatan dari financial technology, telah menjadi pilar transformasi mendalam dalam dunia keuangan modern. Menggabungkan inovasi teknologi dengan layanan keuangan, fintech telah membuka pintu bagi revolusi dalam cara kita mengelola, mentransfer, dan bahkan berinvestasi uang.
Dengan solusi-solusi yang semakin canggih, seperti aplikasi perbankan digital, peer-to-peer lending, dan teknologi blockchain, fintech tidak hanya memudahkan akses terhadap layanan keuangan.
Tetapi juga mengubah lanskap tradisional keuangan dengan memberikan kemudahan, kecepatan, dan efisiensi yang sebelumnya sulit diimajinasikan. Simak informasi selengkapnya pada artikel berikut ini:
Fintech merupakan gabungan dari dua kata, yakni "financial technology" yang merujuk pada teknologi keuangan. Lebih dari sekadar sekadar teknologi, Fintech mewakili sebuah inovasi yang bertujuan untuk mengembangkan layanan keuangan dengan cara yang lebih efisien serta praktis.
Teknologi dalam sektor keuangan ini memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi dengan kemudahan dan kecepatan, mengubah cara tradisional transaksi keuangan menjadi proses yang lebih terjangkau dan mudah diakses bagi banyak orang.
Dengan demikian, Fintech tidak hanya menciptakan alat untuk mengelola keuangan, tetapi juga membuka jalan bagi perubahan besar dalam cara kita berinteraksi dengan layanan keuangan.
Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, memperlihatkan potensi besar dalam pengembangan layanan keuangan digital berbasis prinsip syariah.
Dalam laporan Global Fintech Islamic Report 2021 dari saham Gateway, terungkap bahwa pasar fintech syariah di Indonesia telah mencapai sekitar US$2,9 miliar atau setara dengan Rp41,7 triliun (Burhan, 2021).
Fintech syariah di Indonesia diatur oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (AFTECH, 2019).
Sesuai fatwa tersebut, fintech syariah didefinisikan sebagai penyelenggaraan layanan keuangan berdasarkan prinsip syariah yang menghubungkan antara pemberi pembiayaan dan penerimaan pembiayaan melalui sistem elektronik menggunakan internet.
Dalam pengembangannya, fintech syariah didukung oleh Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) sebagai wadah kolaborasi antara startup, institusi, akademisi, komunitas, dan pakar syariah yang bergerak dalam layanan keuangan syariah berbasis teknologi.
Peran AFSI terlihat melalui pendirian AFSI Institute yang mengadakan program-program seperti konsultasi bisnis syariah, riset ekonomi Islam, workshop fiqih muamalah, dan AFSI Goes To Campus (AFTECH, 2019).
Beberapa fintech syariah yang telah beroperasi di Indonesia antara lain indves, syarQ, start zakat, Paytren, dan lainnya. Salah satu di antaranya, Paytren, meraih sertifikasi halal dari MUI pada tahun 2017 (Winarto, 2020).
Baca Juga: Ekonomi Syariah: Pengertian, hingga Perbedaannya dengan Konvensional
Fintech syariah membedakan diri dari fintech konvensional dengan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang melarang bunga (riba), menggunakan skema akad yang tidak melibatkan unsur penipuan (gharar), tidak memberikan mudharat (kerugian) pada pengguna, dan menekankan kejelasan antara pembeli dan penjual.
Fintech syariah mengimplementasikan skema akad wakalah dan akad musyarakah. Wakalah, seperti yang dijelaskan oleh Hasbi Ash Shiddieqy, merupakan akad penyerahan kekuasaan di mana seseorang menunjuk orang lain sebagai wakilnya dalam bertindak. Akad wakalah sah, baik dengan atau tanpa upah.
Apabila sudah terjadi akad wakalah dengan upah, maka akad tersebut mengikat pihak yang diberi wakil untuk menjalankan tugas yang telah diwakilkan kepadanya.
Fintech memperkenalkan beragam inovasi di Indonesia, menyajikan solusi keuangan yang merata bagi masyarakat. Sejumlah bentuk Fintech terus berkembang di tanah air, memperluas aksesibilitas dan mendekatkan layanan keuangan kepada berbagai kalangan.
Konsep crowdfunding atau penggalangan dana menjadi model Fintech yang diminati di Indonesia. Fasilitas ini memungkinkan masyarakat untuk mengumpulkan dana atau menyumbangkan untuk mendukung program-program sosial.
Salah satunya terlihat pada KitaBisa.com, sebuah startup Fintech yang mengadopsi model crowdfunding.
Baca Juga: Crowdfunding Adalah: Jenis, Cara Kerja dan Manfaatnya
Layanan Microfinancing merupakan solusi Fintech yang menyediakan bantuan keuangan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah guna memperkuat kehidupan sehari-hari mereka.
Model bisnis microfinancing ini langsung menghubungkan antara pemberi pinjaman dan calon peminjam.
Contohnya adalah Amartha, sebuah startup yang fokus pada microfinancing dan menghubungkan pengusaha mikro di pedesaan dengan pemodal secara daring.
P2P Lending Service, yang akrab dikenal sebagai aplikasi pinjaman uang atau pinjaman online (pinjol), adalah jenis Fintech yang banyak dikenal masyarakat.
Melalui platform ini, konsumen dapat dengan mudah memperoleh pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup tanpa melewati proses yang rumit seperti yang biasanya terjadi di bank konvensional.
AwanTunai adalah salah satu contoh Fintech yang berfokus pada layanan peminjaman uang dengan fasilitas cicilan digital yang aman dan mudah.
Fintech ini memungkinkan pengguna untuk membandingkan berbagai produk keuangan dari berbagai penyedia layanan keuangan.
Selain itu, Fintech ini juga berperan sebagai alat perencanaan keuangan, membantu pengguna dalam memilih berbagai opsi investasi untuk masa depan mereka.
Fintech yang fokus pada sistem pembayaran digital menghadirkan layanan pembayaran tagihan seperti pulsa, kartu kredit, atau tagihan listrik PLN.
Contohnya adalah Payfazz, sebuah Fintech yang berbasis agen dan membantu masyarakat, terutama yang tidak memiliki akses ke perbankan, dalam membayar berbagai tagihan bulanan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat bahwa jumlah perusahaan fintech lending di Indonesia pada tahun 2023 sebanyak 102 perusahaan.
Jumlah ini menunjukkan penurunan satu perusahaan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 103 perusahaan.
Credit: dataindonesia.id
img: Jumlah Perusahaan Fintech di Indonesia 2018 hingga 2022.png
Dari total 102 perusahaan fintech lending, sebanyak 95 di antaranya dikategorikan sebagai fintech konvensional. Terdapat penurunan satu unit dari periode sebelumnya di mana terdapat 96 perusahaan fintech konvensional.
Hal ini mencerminkan dinamika perubahan yang terjadi dalam industri fintech di Indonesia dalam kurun waktu tersebut.
Berdasarkan laporan IDC financial highlights, beberapa perusahaan FinTech di Indonesia telah mencapai tingkat popularitas yang tinggi dan pertumbuhan yang pesat. Berikut adalah beberapa dari perusahaan-perusahaan FinTech Indonesia yang sudah sesuai dengan standar OJK:
Doku hadir sebagai dompet virtual yang dilengkapi dengan kartu kredit dan cash wallet. Fungsinya memungkinkan transaksi di merchant yang bekerja sama dengan Doku. Berbagai layanan merchant dari berbagai sektor seperti ritel, fashion, tour & travel, f&b, dan lainnya tersedia di Doku, memfasilitasi transaksi cashless dengan lebih mudah.
Pada tahun 2017, Finansialku berfokus pada literasi keuangan. Melalui misi untuk membantu mencapai tujuan keuangan, mereka menyediakan informasi seputar keuangan, investasi, asuransi, dan bisnis. Aplikasi Finansialku memungkinkan pencatatan pemasukan dan pengeluaran, serta perencanaan keuangan.
Kudo bertujuan untuk menciptakan ribuan pengusaha digital di Indonesia. Sebagai platform yang memberi peluang pada rakyat Indonesia untuk menjadi reseller produk dari merchant ternama, Kudo menggabungkan konsep bisnis konvensional dengan konsep bisnis online, memungkinkan penjualan produk e-commerce seperti gadget, fashion, kosmetik, pulsa, hingga cicilan motor.
Cicil.co.id memudahkan mahasiswa untuk menyicil berbagai keperluan kuliah, dari tas hingga smartphone dan laptop. Mereka juga menyediakan pinjaman uang kuliah untuk biaya pangkal dan uang semester. Hanya diperlukan KTP dan KTM untuk memulai cicilan atau pinjaman uang kuliah.
Go-Pay, setelah keluar dari ekosistem Go-Jek pada tahun 2018, memperluas transaksi online dan offline. Fitur-fitur seperti Go-Pulsa, Go-Bills, Transfer Go-Pay, dan tarik tunai Go-Pay memungkinkan pengguna untuk mengisi pulsa, membayar tagihan, mentransfer uang, dan melakukan tarik tunai.
Cermati.com menawarkan saran seputar keuangan dan menyediakan informasi terkait produk keuangan secara gratis. Sebagai financial aggregator, Cermati berupaya membantu masyarakat memahami produk-produk finansial yang tersedia di Indonesia.
KoinWorks memungkinkan investasi mulai dari nominal kecil, hanya dengan Rp100.000,00. Model Peer to Peer Lending mereka terbuka bagi siapa saja yang ingin mengalokasikan dana untuk membantu peminjam dalam beragam kepentingan seperti kebutuhan bisnis, kesehatan, dan pendidikan.
Kredivo menawarkan kredit instan yang memungkinkan pembelian barang sekarang dan pembayaran nanti dalam 30 hari tanpa bunga, atau dengan cicilan 3, 6, atau 12 bulan. Semua proses transaksi dilakukan secara online dengan syarat tertentu.
OVO memungkinkan transaksi pada merchant-merchant pilihan dan merupakan aplikasi keuangan milik grup Lippo. Mereka menyediakan layanan cashless dan mobile payment.
Modalku, sebagai layanan Peer-to-peer Lending, menghubungkan UKM dengan pemberi dana. Mereka memberikan pinjaman antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta untuk UKM di Indonesia.
Kredit Pintar memungkinkan pengajuan pinjaman secara online dengan berbagai tenor pinjaman mulai dari 30 hingga 360 hari. Mereka memberlakukan sejumlah syarat untuk mengajukan pinjaman.
Setiap fintech tersebut hadir dengan keunikan dan layanan yang berbeda, menyediakan kemudahan dan solusi bagi kebutuhan keuangan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Menurut data dari CekRekening.id, dalam kurun lima tahun terakhir, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menerima sekitar 486 ribu laporan terkait tindak kejahatan informasi dan transaksi elektronik.
Di antara laporan tersebut, terdapat sebanyak 405 ribu kasus penipuan transaksi daring yang mendominasi jenis pelanggaran yang dilaporkan. Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyoroti bahwa tingginya jumlah kasus penipuan ini dikaitkan dengan tingkat literasi masyarakat yang masih tergolong rendah.
Dalam responnya, AFTECH memberikan lima tips kepada masyarakat agar dapat melakukan transaksi digital melalui fintech secara lebih aman:
Sebelum mengadopsi produk atau layanan dari aplikasi fintech, penting untuk memahami risiko jangka panjang yang mungkin terkait dengannya. Seringkali, fokus pada manfaat instan dapat mengaburkan pemahaman terhadap risiko yang ada.
Kasus kebocoran data dapat menciptakan tantangan baru dalam transaksi digital. Memilih layanan yang tepat dan memperhatikan keamanan privasi, perlindungan data pribadi, serta keamanan transaksi merupakan langkah bijak.
Penipuan dengan iming-iming hadiah besar seringkali menjadi jebakan yang meruntuhkan pertahanan digital masyarakat. Mengabaikan informasi dari nomor ponsel atau alamat email yang tidak dikenal serta tidak memberikan informasi pribadi dapat mencegah penipuan.
Penting untuk memastikan bahwa perusahaan fintech yang digunakan telah terdaftar dan mendapatkan izin secara resmi. Verifikasi dapat dilakukan melalui situs cekfintech.id untuk memastikan status izin dari regulator.
Meskipun penetrasi pengguna internet di Indonesia tinggi, tingkat literasi keuangan masih rendah. Penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko fintech serta cara melindungi informasi dan privasi pribadi.
Menurut Ketua Umum AFTECH, Pandu Patria Sjahrir, kejahatan siber dalam transaksi digital tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, peningkatan literasi dan pemahaman menjadi pertahanan utama yang harus diperkuat oleh semua individu.