Fast fashion adalah sebuah fenomena yang telah merevolusi industri pakaian secara global, menghadirkan perubahan cepat dalam gaya busana dengan harga yang terjangkau. Dibalik kilatan tren yang selalu up-to-date, terdapat realitas yang lebih kompleks.
Seperti, produksi masif yang merugikan lingkungan, kondisi kerja yang tidak manusiawi, limbah tekstil, dan lain sebagainya. Mari kita kenali lebih dalam apa yang dimaksud dengan fast fashion, dampak dan sikap yang harus diambil sebagai pelaku usaha.
Fast fashion adalah istilah dalam industri tekstil yang merujuk pada praktik produksi dan penjualan pakaian dengan pola siklus yang cepat dan terus-menerus. Ciri khasnya adalah kemampuan untuk menghasilkan berbagai model fashion dalam waktu singkat.
Pengertian lain menurut Katherine Saxon (2021) dalam Yudi Kornelis (2022), fast fashion adalah istilah yang merangkum seluruh hal yang digunakan untuk menggambarkan model bisnis yang didalamnya melakukan proses penyalinan dan mereplikasi desain mode kelas atas.
Dalam proses penyalinan biasanya dilakukan oleh ribuan karyawan yang dipekerjakan oleh pelaku usaha untuk menyalin desain terbaru yang digunakan oleh model atau selebriti.
Dari dua pengertian ini biasa diartikan jika fast fashion adalah seluruh model bisnis yang melakukan penyalinan desain model kelas atas yang diproduksi secara cepat, murah dan massal.
Menurut website edology.com, awal mula lahirnya konsep fast fashion adalah karena keinginan dari konsumen sendiri, yang menginginkan model terbaru yang sama namun tidak mau membayar dengan harga yang mahal.
Dilansir dari laman zerowaste.id, sejarah fast fashion dimulai sebelum revolusi industri, ketika produk fashion dihasilkan secara manual dengan detail yang tinggi, membuatnya mahal dan hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu.
Namun, pada tahun 1980, muncul era revolusi industri yang membawa berbagai teknologi baru, termasuk mesin jahit yang mengubah lanskap produksi fashion.
Fast fashion lahir dari proses produksi yang lebih cepat, menggunakan bahan baku rendah, dan dijual dengan harga terjangkau, memungkinkan semua lapisan masyarakat untuk memiliki akses terhadap tren mode.
Berdasarkan beberapa sumber yang dikutip dalam Yudi Kornelis (2022) Di Indonesia sendiri perkembangan fast fashion mula meningkat pada semester pertama tahun 2019, dengan pertubuhan sebesar 19,86%, meningkat dari 6,96% pada semester pertama tahun sebelumnya.
Kontribusi industri fashion terhadap ekonomi kreatif Indonesia menjadi yang terbesar kedua, dengan memberikan pendapatan sebesar 18,01% atau Rp 116 triliun, serta menguasai 56% dari ekspor industri ekonomi kreatif.
Pertumbuhan industri fashion ini menjadi landasan bagi fenomena fast fashion di Indonesia, yang sudah menjadi tren global. Merek-merek fast fashion terkenal seperti Zara (Spanyol), H&M (Swedia), dan Uniqlo (Jepang) telah sukses masuk ke pasar Indonesia.
Adanya pangsa pasar yang luas di Indonesia menjadi daya tarik bagi banyak perusahaan fast fashion untuk membuka gerai di berbagai lokasi. Dan didukung dengan penerimaan yang tinggi terhadap fast fashion di Indonesia adalah respons positif dari masyarakat, tercermin dari jumlah toko yang terus berkembang.
Menurut Zero Waste Indonesia, ada dua karakteristik dasar dari industri fast fashion, yakni low quality dan high volume, berikut penjelasannya:
Low quality mencerminkan penggunaan bahan-bahan berkualitas rendah pada produk fast fashion. Hal ini terjadi karena dinamika yang cepat dalam tren fashion yang terus berubah.
Mendorong produksi cepat tanpa fokus pada ketahanan produk. Sebagai akibatnya, pakaian fast fashion cenderung tidak tahan lama dan lebih rentan terhadap kerusakan.
Sementara itu, karakteristik high volume menunjukkan adanya lonjakan permintaan pasar yang besar terhadap produk fast fashion. Dalam menghadapi permintaan yang tinggi ini, industri fast fashion merespon dengan memproduksi barang dalam jumlah besar.
Pendekatan ini memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara cepat, mengikuti alur tren fashion yang terus berubah, dan menerapkan strategi quick response sesuai dengan permintaan pasar.
Selain itu, menurut Tikatli (2008) dalam Chanifatin Nidia & Ratna Suhartini (2020), fast fashion memiliki 4 ciri khas berikut ini:
Mengutip dari wikipedia.org, terdapat lebih dari 40 brand fast fashion yang ada du dunia ini, namun terdapat 17 top brand menurut Caro dan Martinez (2015), yakni:
H&M, Zara, Gap, Uniqlo, Topshop, Forever 21, Mango, Weat Seal, Benetton, New Look, Esprit, C&A, American Apparel, Urban Outfitters, peacocks, Charlotte Russe, dan Armani Exchange.
Berikut beberapa dampak negatif yang berpotensi ditimbulkan oleh industri fast fashion:
Industri fast fashion merupakan salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia, mulai dari proses produksi tekstil menghasilkan limbah air yang beracun, emisi gas rumah kaca, hingga penumpukan sampah produknya.
Dampak negatif berikutnya adalah eksploitasi pekerja, dimana buruh di industri fast fashion, terutama di negara berkembang, sering kali bekerja dalam kondisi yang buruk dengan upah rendah dan jam kerja panjang.
Selain itu, Mereka juga sering terpapar bahan kimia berbahaya dan tidak memiliki akses ke hak-hak dasar sebagai pekerja.
Budaya fast fashion mendorong budaya konsumsi berlebihan dan limbah tekstil yang tinggi. Dimana, pakaian yang dibeli dengan harga murah seringkali cepat dibuang dan digantikan dengan model terbaru.
Selanjutnya adalah fast fashion dapat menciptakan standar kecantikan yang tidak realistis dan meningkatkan tekanan sosial untuk mengikuti tren terbaru. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kepercayaan diri, terutama bagi kaum muda.
Selain eksploitasi tenaga kerja, tidak jarang di beberapa kasus industri fast fashion menggunakan bahan baku dari hewan. Seperti bulu dan kulit, yang diperoleh dengan cara yang kejam dan tidak berkelanjutan. Hal ini menyebabkan penderitaan bagi hewan dan kerusakan lingkungan.
Meskipun sering dikritik atas dampak negatifnya, industri fast fashion juga memiliki beberapa dampak positif, antara lain:
Meskipun demikian di atas tidak membenarkan adanya dampak buruk yang ditimbulkan dari industri fast fashion ini.
Secara umum, terdapat beberapa tren dalam sikap pebisnis terhadap industri fast fashion: