Bagi yang berkecimpung di dunia bisnis pasti tidak asing dengan istilah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), apalagi ketika melakukan transaksi dengan nilai tertentu. Apa itu PPN, bagaimana cara menghitungnya dan siapa saja yang menjadi objek pajaknya?
Tanggal 1 April tahun 2022 lalu, sudah diberlakukan peraturan baru tentang PPN. Dimana terjadi perubahan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen, tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 disahkan pada tanggal 7 Oktober 2021.
Berbicara soal definisi dari PPN, yaitu jenis pajak yang diambil dari transaksi perdagangan. Terutama ketika dalam transaksi tersebut terdapat keterlibatan produk atau jasa yang diperjualbelikan di dalam negeri dari wajib pajak. Baik itu perorangan, badan usaha, hingga pemerintah.
Sifat dari pajak ini adalah tidak langsung, artinya penanggung pajak yaitu konsumen di lini terakhir tidak langsung memberikan pajak yang harus ditanggung kepada pihak pemerintah. Namun dibayarkan melalui pedagang dengan sistem yang jelas.
Tidak sulit untuk menghitung PPN setelah tau apa itu PPN, buat para pengusaha pemula perlu tahu supaya siap ketika harus menyetorkan pajak tersebut nantinya.
Secara umum, rumusnya yaitu : persentase PPN x Harga dasar Produk (Dasar Pengenaan Pajak).
Sebagai contoh kasus: seorang Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang sudah terdaftar, melakukan penjualan Barang Kena Pajak (BKP) kepada pihak lain. Harga barang tersebut adalah Rp150.000.000. PPN yang harus disetorkan adalah:
11% x Rp150.000.000 = Rp16.500.000.
Jadi, nantinya akan ada biaya tambahan dari penjualan produk sebesar Rp16.500.000 yang harus disetorkan sebagai PPN kepada pemerintah.
Tidak semua objek transaksi wajib dibayarkan PPN nya, ada beberapa kategori yang sudah dijelaskan melalui peraturan. Di antaranya adalah:
Ada juga pengenaan PPN untuk kondisi khusus, sesuai pula dengan peraturan yang berlaku. Di antaranya adalah:
Baca Juga: Pengertian Akuntansi Pajak, Fungsi, Penerapan dan Contohnya
Selain objek pajak yang wajib dikenakan PPN, ada juga kategori barang dan jasa yang tidak perlu membayar apa itu PPN. Oleh karena itu, setiap pebisnis wajib tahu dan nantinya tidak salah ketika akan membayarkan PPN barang atau jasa tersebut.
Barang ini termasuk di dalamnya beras, jagung, kedelai, daging telur, gabah , hingga sayur-sayuran.
Uang secara tunai, tidak akan dikenakan PPN karena merupakan alat transaksi resmi yang dipakai di Indonesia maupun dunia
Kategori logam mulia yang tidak kena PPN diantaranya adalah emas batangan
Seperti Giro, deposito, dan sejenisnya.
Maksudnya adalah hasil tambang yang langsung dari sumber, belum mengalami pengolahan terlebih dahulu. Contohnya, gas bumi dan minyak mentah. Namun ketika sudah berbentuk lain dan diolah akan lain pula kategorinya.
Terutama menu yang ada di rumah makan, hotel, restoran, dan lokasi tersedianya makanan dan minuman lainnya. Alasannya, ada pajak lain diterapkan untuk barang tersebut dan sudah ditetapkan dengan jelas.
Untuk membedakan jenis pajak ini dengan yang lain, ada beberapa ciri tersendirinya. Seperti:
Dengan mengetahui secara jelas, mulai dari definisi apa itu PPN sampai ciri-ciri pembedanya dengan jenis pajak lain. Tentu akan menambah wawasan pebisnis untuk mempersiapkan dana, ketika ternyata harus membayarnya secara rutin sesuai transaksi usaha yang dilakukan.