Dalam perkembangan ekonomi syariah, berbagai istilah dan konsep digunakan untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Salah satunya adalah akad istishna.
Akad ini merupakan kontrak jual beli barang yang dipesan dan diproduksi terlebih dahulu, sebelum diserahkan kepada pembeli. Dalam praktiknya, akad ini sangat relevan untuk industri yang memerlukan proses produksi, seperti konstruksi, manufaktur, dan pengadaan barang.
Mari kita bahas lebih detail tentang akad istishna, mulai dari pengertian, rukun, syarat, skema, hingga dasar hukumnya.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Akad istishna' adalah akad jual beli dengan sistem pemesanan sebuah barang tertentu dengan kriteria atau detail yang diminta oleh pembeli, yang memiliki kesepakatan bersama antara penjual dan juga pembeli.
Sedangkan menurut fatwa DSN-MUI Nomor 06/DSN-MUI/IV/2000, menurut fiqh, istishna' adalah jual beli dalam bentuk pesanan dengan kriteria barang dan kondisi tertentu yang telah disepakati oleh pembeli dan penjual.
Dalam PSAK 104, barang pesanan ini harus memenuhi 3 kriteria berikut:
Istilah akad istishna' juga disebut dikenal dengan istishna pararel, yang diartikan sebagai bentuk akad istishna antara pemesan dengan penjual, kemudian untuk untuk memenuhi kewajiban pembeli, penjual memerlukan pihak lain sebagai pembuat.
Baca Juga: Memahami Apa Itu Akuntansi Syariah dan Prinsip Dasarnya
Akad Istishna dan Akad Murabahah adalah dua jenis transaksi yang umum digunakan dalam perbankan syariah. Namun, keduanya merupakan konsep akad jual beli yang berbeda, berikut diantaranya:
Perbedaan pertama antara akad istishna dan akad murabahah adalah dari definisinya, akad istishna adalah perjanjian jual beli barang yang akan diproduksi atau dibuat di masa depan. Penjual berjanji untuk menyerahkan barang yang akan diproduksi kepada pembeli pada waktu yang disepakati.
Sedangkan akad murabahah adalah perjanjian jual beli di mana penjual mencantumkan biaya modal dan keuntungan yang diinginkan kepada pembeli. Dalam akad ini, penjual mengungkapkan harga pokok dan margin keuntungan.
Perbedaan selanjutnya adalah objeknya, dimana objek akad istishna adalah barang yang diperjualbelikan dalam akad ini adalah barang yang belum ada, tetapi akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.
Sedangkan objek akad murabahah adalah barang yang diperjualbelikan sudah ada dan dapat diserahkan kepada pembeli pada saat transaksi dilakukan.
Perbedaan akad istishna dan akad murabahah selanjutnya adalah dari metode pembayarannya. Pembayaran akad istishna dapat dilakukan secara tunai atau dicicil, tetapi biasanya dilakukan dimuka (sebelum barang diserahkan).
Disisi lain, pembayaran akad murabahah dapat dilakukan secara tunai atau melalui cicilan, dan harga jual yang disepakati termasuk margin keuntungan sudah jelas.
Terakhir adalah contohnya, contoh akad istishna biasa ditemukan ketika melakukan pembelian rumah, dimana pembelian rumah yang masih dalam proses pembangunan. Pembeli membayar sejumlah uang di awal untuk mendapatkan rumah yang akan selesai dalam waktu tertentu.
Sedangkan contoh akad murabahah adalah pembelian mobil di mana bank atau lembaga keuangan syariah membeli mobil terlebih dahulu dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi, termasuk margin keuntungan.
Baca Juga: Margin adalah, Jenis, Contoh dan Cara Menghitungnya
Dalam buku Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer (2009) karya Rizal Yahya, dkk. Ada beberapa rukun istishna' yang harus dipenuhi agar transaksi jual beli dianggap sah, diantaranya adalah sebagai berikut:
Rukun pertama adalah harus ada pemesan, yakni pihak yang memesan barang yang dibutuhkan. Untuk menjadi mustashni’, pembeli harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti sudah berusia akil baligh dan tidak sedang dalam keadaan gila. Hal ini memastikan bahwa pemesan memiliki kapasitas hukum untuk terlibat dalam transaksi.
Kedua adalah penjual, yakni pihak yang menerima pesanan dan bertanggung jawab untuk memproduksi atau menyediakan barang yang dipesan. Penjual diwajibkan untuk menyerahkan barang sesuai dengan spesifikasi yang disepakati pada waktu yang telah ditentukan.
Kemudian harus ada ojek atau barang yang dipesan, barang atau jasa yang dipesan juga harus memenuhi spesifikasi serta harga yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kejelasan mengenai objek yang dipesan sangat penting untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.
Terakhir adalah sighat atau ijab dan qabul. Rukun ini terdiri dari dua bagian, pertama ada ijab, yang merupakan pernyataan dari pihak pemesan mengenai keinginan untuk memesan.
Kemudian ada kabul, yang adalah tanggapan dari pihak penjual yang menyatakan kesanggupan dan persetujuan terhadap pesanan tersebut. Kedua pernyataan ini harus jelas dan saling menyetujui agar akad dianggap sah.
Sedangkan syarat akad istishna yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
Berikut adalah gambaran skema akad istishna, sesuai dengan penjelasan di atas:
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI Nomor 06 Tahun 2000, ketentuan akad istishna adalah sebagai berikut:
Selain ketentuan pembayaran dan barang, ada satu ketentuan lain dalam akad istishna', yakni:
Berikut beberapa contoh praktik jual beli istishna yang bisa ditemukan di kehidupan sehari-hari:
Seorang individu (mustashni') menginginkan sebuah rumah yang dibangun sesuai dengan spesifikasinya, seperti ukuran, jumlah kamar, dan desain.
Individu tersebut membuat kontrak dengan seorang kontraktor (shani') untuk membangun rumah tersebut. Dalam kontrak, disepakati harga, waktu penyelesaian, dan spesifikasi teknis rumah. Setelah kontrak ditandatangani, kontraktor mulai bekerja dan menyerahkan rumah sesuai dengan kesepakatan pada waktu yang dijanjikan.
Pelanggan memesan pakaian atau kostum dengan desain dan ukuran tertentu kepada penjahit atau desainer. Penjahit atau desainer kemudian membuat pakaian tersebut sesuai pesanan dan menyerahkannya kepada pelanggan.
Akad Istishna adalah perjanjian jual beli dalam perbankan syariah yang digunakan untuk memesan barang yang belum ada dan akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam akad ini, penjual berjanji untuk memproduksi dan menyerahkan barang tersebut di masa depan, sementara pembeli dapat membayar secara penuh di muka atau bertahap selama proses produksi. Akad ini sangat cocok untuk transaksi yang melibatkan produk yang memerlukan waktu pengerjaan, seperti pembangunan rumah atau pembuatan barang manufaktur.
Fleksibilitas pembayaran dan kesepakatan yang jelas menjadikan istishna sebagai solusi efektif dalam mendukung proyek-proyek jangka panjang di sektor ekonomi syariah.