Praktek utang piutang dalam bisnis adalah hal yang lumrah terjadi, agar prosesnya berjalan dengan lancar dan dapat dipertanggungjawabkan surat perjanjian pelunasan hutang ini diperlukan.
Dengan adanya surat ini juga, kedua belah pihak, baik pihak yang berutang maupun pihak yang memberikan pinjaman memiliki pegangan hukum yang jelas. Sehingga dapat terhindar dari kesalahpahaman di kemudian hari.
Di sinilah pentingnya surat perjanjian hutang piutang sebagai dokumen legal yang melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Nah, lebih lanjut lagi akan kita bahas pada artikel di bawah ini!
Sebelum kita bahas contoh dan format surat perjanjian pelunasan ini, kita bahas terlebih dahulu kenapa surat perjanjian hutang piutang ini diperlukan:
Surat perjanjian hutang piutang berfungsi sebagai bukti tertulis bahwa telah terjadi kesepakatan antara dua pihak. Apabila di kemudian hari muncul perselisihan atau sengketa, surat ini bisa menjadi alat bukti di pengadilan sesuai ketentuan Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata.
Dengan adanya perjanjian tertulis, segala hal yang disepakati, mulai dari jumlah utang, tanggal jatuh tempo, hingga cara pembayaran tercatat dengan jelas. Hal ini dapat mencegah kesalahpahaman atau penafsiran yang berbeda dari masing-masing pihak.
Dokumen ini juga berperan sebagai pengikat moral. Ketika seseorang menandatangani surat perjanjian, ada rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk menepati janji dalam melakukan pelunasan sesuai waktu yang disepakati.
Surat ini biasanya mencantumkan apa yang terjadi jika debitur (peminjam) tidak memenuhi kewajibannya. Misalnya denda, penyitaan jaminan, atau langkah hukum lainnya. Ini memberi jaminan keamanan bagi kreditur (pemberi pinjaman).
Dalam bisnis, menjaga hubungan baik adalah segalanya. Dengan perjanjian yang tertulis dan transparan, kedua pihak bisa merasa aman dan adil, sehingga menghindari potensi konflik yang bisa merusak kerja sama di masa depan.
BACA JUGA: 5 Perbedaan Hutang dan Piutang dalam Keuangan Bisnis
Ada 10 komponen dasar yang wajib ada dalam surat perjanjian hutang piutang, diantaranya adalah sebagai berikut:
Judul ditempatkan di bagian atas dan ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
“SURAT PERJANJIAN UTANG – PIUTANG”
Bagian ini mencantumkan informasi lengkap tentang pihak-pihak yang terlibat:
Contohnya:
“Pada hari ini, [hari], tanggal [tanggal] bulan [bulan] tahun [tahun], kami yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: [Nama Pihak Pertama] Alamat: [Alamat Lengkap] No. KTP: [Nomor KTP] Selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Nama: [Nama Pihak Kedua] Alamat: [Alamat Lengkap] No. KTP: [Nomor KTP] Selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Selanjutnya, pada bagian ini menjelaskan bahwa Pihak Kedua telah menerima sejumlah uang dari Pihak Pertama dan berkomitmen untuk mengembalikannya.
Misalnya:
“PIHAK KEDUA dengan ini mengakui telah menerima pinjaman uang tunai dari PIHAK PERTAMA sebesar [(Rp. ----------------------,00) (---- jumlah uang dalam huruf ---- )].”
Kemudian ditambahkan ketentuan pembayaran, untuk mengatur cara dan jadwal pembayaran utang, termasuk tanggal jatuh tempo dan metode pembayaran.
Misalnya:
"PIHAK KEDUA berjanji akan membayar utang tersebut selambat-lambatnya pada tanggal [tanggal, bulan, tahun] dengan cara [metode pembayaran]".
Jika disepakati adanya bunga, cantumkan besaran dan cara perhitungannya.
“Atas utang tersebut, PIHAK KEDUA dikenakan bunga sebesar [(------ ) % ( --- jumlah dalam huruf ---)] per bulan hingga pelunasan keseluruhan utang dilakukan”.
Jika terdapat jaminan, sebutkan secara rinci jenis dan detail jaminan tersebut.
Misalnya:
"Sebagai jaminan atas utang ini, PIHAK KEDUA menyerahkan [deskripsi jaminan] kepada PIHAK PERTAMA".
Menjelaskan konsekuensi jika terjadi keterlambatan pembayaran atau pelanggaran perjanjian.
Contohnya:
"Apabila PIHAK KEDUA lalai dalam pembayaran, maka PIHAK PERTAMA berhak menagih seluruh sisa utang dengan segera".
Komponen berikutnya adalah untuk menjelaskan tentang ketentuan cara penyelesaian jika terjadi sengketa, misalnya melalui musyawarah atau jalur hukum.
Misalnya:
"Jika terjadi perselisihan, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah. Jika tidak tercapai kesepakatan, akan diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku".
Komponen selanjutnya adalah penutup, sebagai bentuk pernyataan bahwa perjanjian dibuat dengan kesadaran dan tanpa paksaan, serta mulai berlaku sejak ditandatangani.
Contohnya:
"Demikian perjanjian ini dibuat dalam dua rangkap, masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama, dan mulai berlaku sejak ditandatangani".
Terakhir adalah bagian akhir berisi tanda tangan kedua belah pihak di atas materai, serta saksi-saksi jika diperlukan.
Contohnya:
PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA [Tanda Tangan] [Tanda Tangan] Nama: [Nama Lengkap] Nama: [Nama Lengkap]
BACA JUGA: 7 Tips Cara Mengelola Hutang Piutang Usaha yang Benar
Surat perjanjian pelunasan hutang ini tidak hanya bentuk formalitas, tetapi juga untuk menciptakan kepastian dan ketenangan dalam setiap transaksi yang Anda jalankan. Berikut adalah beberapa contohnya:
Contoh Surat Perjanjian Pelunasan Hutang Bermaterai (Credit: bee.id)
Untuk Anda yang membutuhkan surat perjanjian pelunasan hutang format doc, atau word, Anda bisa klik ikon di bawah ini!
Contoh Surat Perjanjian Pelunasan Hutang Sederhana (Credit: law.uii.ac.id )
Surat perjanjian pelunasan hutang adalah dokumen tertulis yang memuat kesepakatan antara pihak yang memberikan pinjaman (kreditur) dan pihak yang menerima pinjaman (debitur) terkait pelunasan utang.
Surat ini mencakup informasi penting seperti jumlah utang, tenggat waktu pelunasan, metode pembayaran, hingga konsekuensi hukum jika terjadi wanprestasi.
Lebih dari sekadar formalitas, surat perjanjian ini berfungsi sebagai bukti hukum yang sah, memberikan kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta membantu mencegah konflik atau kesalahpahaman di kemudian hari.