Pernahkah Anda tiba-tiba membeli sebuah produk tanpa berencana bagikan tertarik sebelumnya? Mungkin itu terjadi karena adanya pengaruh psikologi marketing yang secara tidak sadar mempengaruhi keputusan Anda.
Praktek psikologi dan marketing sudah sangat umum diterapkan dalam dunia bisnis, karena pengaruhnya terhadap peningkatan bisnis, salah satunya penjualan. Bagaimana prakteknya? Bagaimana cara kerjanya?
Mari kita bahas lebih dalam pada artikel berikut ini!
Apa yang disebut dengan psikologi marketing? Secara umum, psikologi marketing dapat diartikan sebagai seni dan ilmu mempelajari bagaimana emosi, pikiran, dan perilaku konsumen dapat diarahkan untuk mencapai tujuan pemasaran.
Menurut Kristianto dalam bukunya Psikologi Pemasaran: Integrasi Ilmu Psikologi dalam Kegiatan Pemasaran (2011), menjelaskan jika psikologi marketing adalah bentuk integrasi antara ilmu psikologi dan perilaku manusia ke dalam kegiatan pemasaran untuk menyukseskan tujuannya, salah satunya penjualan yang maksimal.
Dalam buku Psikologi Pemasaran Society 5.0 (2023) karya Yoesoep Edhie Rachmad, dkk Istilah psikologi marketing juga disebut dengan NeuroMarketing, apa itu? Penggunaan prinsip neuropsikologi dalam pemasaran untuk mempengaruhi keputusan pembelian calon konsumen, dengan melibatkan respon sensorimotor, kognitif dan afektif dari aktivitas pemasaran. Salah satu contoh penerapannya adalah dengan Call to Action (CTA).
Penerapannya juga berbeda dari waktu ke waktu, dimana perusahaan saat ini melakukan pemasaran dengan dua cara, yakni offline dan online. Sehingga strategi yang diterapkan juga harus beradaptasi dan lebih memperhatikan bagaimana perkembangan perilaku calon konsumen.
Meskipun dalam prakteknya berbeda, secara garis besar dengan memahami cara kerja otak dan pola pikir calon konsumen, Anda dapat menciptakan strategi pemasaran yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga emosional. Psikologi memberikan pemahaman tentang bagaimana konsumen berpikir, merasa, dan bertindak, sementara pemasaran menggunakan pemahaman tersebut untuk menciptakan pesan yang relevan dan menarik.
Seperti yang dijelaskan oleh Kristianto (2011), jika psikologi pemasaran adalah kombinasi antara teori psikologi dan pemasaran untuk memahami bagaimana perilaku konsumen dalam mengembangkan strategi pemasaran. Lantas, apa saja teori psikologi yang bisa diterapkan?
Dalam buku Psikologi Pemasaran Society 5.0 (2023) dijelaskan, ada empat teori psikologi yang bisa diterapkan dalam pemasaran, diantaranya adalah sebagai berikut:
Teori motivasi adalah teori yang berfokus pada dorongan internal yang membuat seseorang bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks pemasaran, teori ini membantu perusahaan memahami kebutuhan, keinginan, dan tujuan konsumen.
Contohnya, iklan produk olahraga yang seringkali memanfaatkan motivasi audience mereka untuk hidup lebih sehat dengan membuat slogan “Mulai langkah sehatmu hari ini!”
Teori kedua adalah teori kognitif, yakni teori yang berkaitan dengan analisa bagaimana cara konsumen dalam memproses informasi dan membuat keputusan pembelian. Dalam praktek pemasaran, teori ini biasanya digunakan untuk menarik perhatian sampai mesan yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
Misalnya, dengan menonjolkan manfaat dari produk, contohnya pada produk skincare dalam iklannya biasanya mencantumkan klaim seperti “Dapatkan kulit cerah dalam 7 hari”, atau menggunakan bukti ilmiah hingga testimoni pelanggan dalam promosinya.
Selanjutnya ada teori pembelajaran, yakni teori yang menyatakan jika orang belajar melalui pengamatan dan interaksi sosial dengan orang lain. Dalam praktek pemasaran teori ini berfokus pada bagaimana perilaku konsumen dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya.
Pengalaman positif dengan produk atau merek akan membentuk kebiasaan dan memperkuat keputusan pembelian di masa depan. Contohnya, konsumen akan cenderung lebih loyal jika mereka diberikan pengalaman yang baik saat pembelian pertama mereka.
Terakhir ada teori sosial, dalam praktek pemasaran teori ini lebih menyoroti tentang perilaku seseorang dipengaruhi oleh norma sosial dan kelompok sosial tertentu. Seperti, opini hingga rekomendasi orang lain.
Karena hal inilah, banyak perusahaan yang berusaha membangun opini yang baik dengan memanfaatkan influencer atau selebriti untuk mempromosikan produk mereka
Selain itu, ada 4 konsep psikologi konsumen yang juga dapat dipraktekan dalam psikologi pemasaran, diantaranya adalah sebagai berikut:
Agar praktek psikologi marketing dapat menarik, meyakinkan dan mempengaruhi keputusan pembelian calon konsumen, pelaku usaha atau marketer perlu menerapkan komponen prinsip psikologi marketing berikut ini::
Komponen pertama ada action paralysis, yakni strategi bertujuan mengatasi keraguan konsumen dengan memberikan alasan yang jelas dan logis mengapa produk Anda adalah pilihan yang tepat. Hal ini menjawab dari adanya fenomena ketika seseorang merasa ragu atau bingung untuk bertindak karena ketidakpastian.
Caranya bagaimana? Dengan memberikan alasan yang jelas dan logis kepada mereka. Misalnya, dari pada Anda hanya mengatakan “Tolong dibeli”, lebih baik Anda mengatakan “beli sekarang dan tingkatkan kualitas tidur Anda”. Kata “meningkatkan kualitas tidur” ini menjadi alasan kenapa produk bantal Anda (misalnya) harus dibeli.
Namun, alasan harus dibuat selogis mungkin dan tidak overclaim, agar tidak menimbulkan penurunan kepercayaan pelanggan dan masalah-masalah lainnya.
Berikutnya adalah anchoring effect, secara pengertian diartikan sebagai teknik untuk “menangkap” informasi agar informasi tersebut terus melekat dan dapat mempengaruhi keputusan. Hal ini menjadikan orang cenderung secara tidak sadar mengaitkan informasi pertama yang mereka dengar sebagai pertimbangan dalam memutuskan sebuah tindakan.
Misalnya, sebuah toko menawarkan produk dengan harga yang sangat tinggi, katakanlah Rp100.000, dan kemudian menampilkan produk lain dengan harga yang lebih rendah, misalnya Rp95.000.
Meskipun harga Rp95.000 masih terbilang tinggi, pelanggan cenderung merasa bahwa harga tersebut lebih wajar karena sebelumnya mereka telah dihadapkan pada harga yang jauh lebih tinggi.
CTA atau Call to Action sendiri merupakan adalah ajakan yang mengarahkan konsumen untuk melakukan tindakan tertentu, seperti membeli produk atau mendaftar. Diksi yang digunakan juga sengaja dirancang dalam bentuk perintah untuk mendorong respon sesegera mungkin. Contohnya “Beli Sekarang dan Dapatkan Gratis Uji Coba”
Selanjutnya ada psikologi warna, baik secara sadar maupun tidak sadar, pasti Anda pernah memutuskan untuk membeli sebuah produk karena warnanya. Karena warna sendiri merupakan cara bagaimana seseorang untuk memahami, memprediksi dan mempengaruhi perilaku pengguna.
Oleh karena itu, Anda harus benar-benar memikirkan warna yang sesuai dengan produk yang Anda jual. Misalnya, warna merah sering digunakan untuk menciptakan rasa urgensi, sedangkan biru memberikan kesan profesionalisme dan kepercayaan dan lain sebagainya.
BACA JUGA: Memahami Psikologi Warna Sebelum Membangun Brand
Komponen berikutnya ada decoy effect, yakni bias kognitif yang terjadi ketika konsumen lebih memilih produk yang lebih mahal setelah melihat produk ketiga yang lebih mahal lagi, produk ketiga ini juga biasanya sengaja diadakan sebagai umpan.
Misalnya, jika ada dua pilihan produk A seharga Rp10.000 dan produk B seharga Rp15.000, kemudian ditambahkan produk C yang harganya Rp200.000, konsumen cenderung memilih produk C , orang akan cenderung memilih produk C, karena hanya menambah Rp10.000, pelanggan sudah bisa mendapatkan produk dengan ukuran besar.
Komponen berikutnya adalah emosional, dalam hal ini pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan perasaan seperti kebahagiaan, ketakutan, atau rasa empati untuk menarik perhatian konsumen.
Misalnya, iklan yang menampilkan keluarga bahagia bersama produk tertentu dapat menciptakan asosiasi positif dengan produk tersebut. Dengan memicu perasaan positif, konsumen cenderung lebih mudah untuk merasa terhubung dengan produk dan lebih cenderung untuk membeli.
Berikutnya ada prinsip framing, yakni teknik dalam penyajian informasi agar dapat mempengaruhi penilaian dan keputusan seseorang. Contohnya, jika sebuah produk dikatakan "90% orang puas dengan produk ini", konsumen akan merasa “oh, produk ini baik”.
Berbeda jika sebuah produk dikatakan jika “hanya 10% yang tidak puas”. Meskipun, kedua pernyataan tersebut menyampaikan informasi yang sama, framing yang positif memberikan kesan yang lebih menguntungkan dan cenderung mendorong konsumen untuk bertindak.
Komponen berikutnya ada prinsip Gestalt, yakni teori dalam psikologi yang mengungkapkan bagaimana otak manusia cenderung melihat keseluruhan gambar atau pola terlebih dahulu, sebelum memperhatikan bagian-bagian kecilnya.
Dalam pemasaran, prinsip ini digunakan dalam desain visual untuk memastikan bahwa elemen-elemen desain seperti warna, bentuk, dan teks bekerja secara harmonis untuk menciptakan pengalaman yang mudah dipahami dan menyenangkan bagi konsumen.
Desain yang baik dan menarik akan lebih memudahkan konsumen dalam memahami pesan yang ingin disampaikan dan mendorong mereka untuk mengambil tindakan.
Loss Aversion mengacu pada fenomena di mana konsumen cenderung merasakan kerugian lebih kuat daripada keuntungan yang setara. Konsep ini sering dimanfaatkan dalam pemasaran untuk menciptakan rasa urgensi.
Misalnya, jika sebuah produk diberi label "Hanya tersisa 5 barang" atau "Promo akan berakhir dalam 24 jam", konsumen merasa takut kehilangan kesempatan tersebut, yang mendorong mereka untuk membeli produk tersebut sebelum kehilangan kesempatan.
Strategi ini memanfaatkan rasa takut akan kerugian lebih besar daripada keinginan untuk mendapatkan keuntungan.
Kesepuluh ada paradoks pilihan, yakni fenomena di mana terlalu banyak pilihan dapat membuat konsumen merasa bingung dan akhirnya menghindari pengambilan keputusan sama sekali.
Misalnya, ketika dihadapkan pada banyak varian produk dengan fitur dan harga yang berbeda, konsumen cenderung merasa overwhelmed dan malah tidak membeli apa pun.
Oleh karena itu, sebaiknya Anda perlu menyederhanakan pilihan produk Anda, seperti menawarkan tiga atau empat varian produk saja agar konsumen lebih mudah membuat keputusan.
Hampir sama seperti loss aversion, FOMO (Fear of Missing Out) juga memanfaatkan urgensi dan ketakutan, namun lebih merujuk pada takut kehilangan kesempatan yang terbatas.
Misalnya, iklan yang menggunakan frasa seperti "Hanya Tersisa 10 Stok!" atau "Promo Berakhir Dalam 1 Jam" menciptakan rasa urgensi yang membuat konsumen merasa perlu segera mengambil keputusan pembelian untuk tidak kehilangan kesempatan.
BACA JUGA: Mengenal Psikologi FOMO dalam Praktek Pemasaran
Mere Exposure Theory mengemukakan bahwa semakin sering seseorang terpapar dengan sesuatu, semakin besar kemungkinan mereka akan menyukainya. Dalam pemasaran, teknik ini digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan kesukaan konsumen terhadap merek atau produk dengan cara yang konsisten dan berulang.
Misalnya, iklan televisi atau media sosial yang ditayangkan secara rutin dapat membuat konsumen semakin akrab dengan merek tersebut, meningkatkan peluang mereka untuk membeli. Pemasar juga menggunakan teknik ini dengan mengiklankan produk mereka secara berulang agar konsumen menjadi lebih terbiasa dan lebih cenderung untuk membeli.
Untuk menerapkan prinsip psikologis marketing yang baik di era sekarang, perusahaan perlu fokus pada pemanfaatan teknologi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen, namun dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada pengalaman konsumen yang positif.
Karena marketing di era sekarang bukan hanya tentang menjual produk, namun juga tentang membangun hubungan yang lebih erat dengan konsumen melalui transparansi, empati, dan penghargaan terhadap nilai-nilai sosial yang penting bagi mereka.
Berikut adalah beberapa strategi psikologi marketing yang bisa Anda terapkan menurut Rachmad,dkk (2023):
Strategi pertama adalah perusahaan perlu lebih fokus dan memperhatikan dampak produk mereka terhadap lingkungan dan kesejahteraan manusia. Jadi, alih-alih hanya menawarkan produk yang bermanfaat bagi konsumen, perusahaan juga mempertimbangkan bagaimana produk tersebut memengaruhi bumi dan masyarakat.
Tidak hanya soal keuntungan semata, proses pemasaran juga harus fokus pada bagaimana cara hubungan yang lebih kuat dengan konsumen melalui nilai-nilai kemanusiaan. Misalnya, perusahaan yang menekankan empati, keadilan, dan inklusivitas dalam setiap kampanye pemasaran mereka.
Sebagai contoh, perusahaan yang mendukung program sosial untuk membantu komunitas yang membutuhkan, pasti akan lebih diterima oleh konsumen yang menghargai nilai kemanusiaan.
Strategi berikutnya adalah dengan memahami konteks sosial dan budaya yang ada di masyarakat, Misalnya, perusahaan yang menyesuaikan produk atau kampanye iklannya dengan tradisi atau perayaan khas suatu daerah.
Karena pemasaran bukan hanya soal berjualan tapi juga soal menghormati budaya dan menciptakan pengalaman yang relevan bagi konsumen. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menghargai keragaman dan menyesuaikan pesan pemasaran mereka dengan nilai-nilai lokal yang ada.
Kepercayaan adalah hal yang sangat penting dalam psikologi pemasaran. Apalagi untuk saat ini, yang masyarakatnya lebih banyak mengkonsumsi informasi baik itu yang benar maupun yang salah.
Oleh karena itu, perusahaan perlu menunjukkan transparansi dan integritas dalam setiap aspek bisnis mereka. Misalnya, dengan memberikan informasi yang jelas mengenai produk, proses produksi, hingga bagaimana perusahaan menangani keluhan konsumen.
Dengan menunjukkan bahwa mereka jujur dan terbuka, perusahaan akan lebih mudah mendapatkan kepercayaan konsumen.
Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga semakin menjadi perhatian dalam masyarakat modern. Oleh karena itu, perusahaan yang mempromosikan produk atau layanan yang mendukung kesejahteraan mental dan fisik konsumen akan lebih menarik perhatian.
Apa saja manfaat yang didapatkan dari penerapan psikologi marketing? Berikut beberapa manfaat yang akan didapatkan perusahaan jika menerapkan strategi psikologi marketing yang adaptif:
Manfaat pertama yang didapatkan perusahaan ketika menerapkan psikologi marketing adalah lebih memahami perilaku konsumen, dimana perilaku konsumen sendiri merupakan komponen utama yang menentukan efektivitas praktek psikologi pemasaran.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan perilaku konsumen? Menurut Kotler dan Amstrong (1997) dalam Siregar (2012), perilaku konsumen adalah studi yang mengkaji bagaimana perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga yang membeli produk untuk konsumsi personal.
Dengan memahami perilaku ini, perusahaan dapat mengidentifikasi kebutuhan dan preferensi konsumen dengan lebih baik, merancang produk atau layanan yang sesuai dengan harapan mereka serta menciptakan strategi pemasaran yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, jika salah satu manfaat dari penerapan psikologi pemasaran adalah membantu perusahaan dalam menerapkan strategi pemasaran yang efektif dengan memahami perilaku konsumennya.
Karena, dengan kita paham perilaku mereka kita juga dapat mempengaruhi pemikiran calon konsumen dalam membeli produk, sehingga penjualan dan keuntungan juga akan meningkat.
Manfaat ketiga adalah dapat memanfaatkan faktor psikologis untuk membangun loyalitas pelanggan, karena hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengetahui apa yang membuat konsumen merasa puas, dihargai, atau terhubung secara emosional dengan brand.
Contoh penerapannya, Anda bisa memberikan pelayanan yang personal, menciptakan program penghargaan, atau menanamkan nilai merek yang sesuai dengan kepribadian konsumen.
Seperti yang kita ketahui, jika tren pasar saat ini berubah dengan cepat sehingga kita mungkin saja kewalahan untuk menganalisis dan menerapkan trend pasar yang berlangsung.
Namun, dengan psikologi pemasaran perusahaan bisa memahami sekaligus memprediksi bagaimana pola pikir dan perilaku konsumen berkembang seiring waktu, meskipun tren terus berubah. Dengan mempelajari respons emosional dan sosial konsumen terhadap produk atau layanan tertentu.
Terakhir, dengan psikologi pemasaran perusahaan juga bisa memberikan pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi konsumen, melalui analisa perilaku dan pola pikir mereka. Selain itu, dengan memahami kebutuhan dan preferensi individu, perusahaan dapat menciptakan pengalaman pelanggan yang personal dan relevan.
Meskipun memiliki banyak keuntungan dan manfaat, penerapan psikologi dalam praktek pemasaran juga memiliki beberapa tantangan, diantaranya adalah sebagai berikut:
Strategi psikologi pemasaran yang berfokus pada manipulasi emosi atau persepsi konsumen, hal ini dapat berpotensi menipu konsumen jika dilakukan secara berlebihan.
Contohnya seperti klaim berlebihan atau urgensi palsu kepada konsumen yang tidak terlalu paham. Hal ini tidak hanya merugikan konsumen tetapi juga dapat merusak reputasi perusahaan dalam jangka panjang.
tantangan berikutnya adalah segmentasi berlebihan, membagi pasar menjadi segmen-segmen kecil berdasarkan perilaku dan preferensi konsumen memang berguna untuk personalisasi.
Perusahaan mungkin kesulitan mengelola semua segmen tersebut dan gagal memberikan pesan yang konsisten, sehingga strategi pemasaran kehilangan fokus.
Tantangan berikutnya adalah kesulitan dalam mengikut Return on Investment (ROI) atau pengambilan informasi dari strategi pemasaran berbasis psikologi seringkali menjadi tantangan.
Tanpa metrik yang jelas, perusahaan mungkin kesulitan menentukan apakah strategi tersebut benar-benar memberikan dampak positif pada penjualan atau loyalitas pelanggan.
Dalam penerapan psikologi pemasaran, perusahaan sering mengandalkan data pribadi konsumen untuk analisis perilaku. Hal ini dapat menimbulkan risiko kehilangan privasi konsumen jika data tersebut disalahgunakan atau tidak dilindungi dengan baik.
Selain itu, pelanggaran privasi ini juga dapat mengurangi kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan bahkan mengarah pada masalah hukum.
Data konsumen yang digunakan dalam strategi psikologi pemasaran tidak selalu mudah dipahami. Kesalahan dalam menginterpretasikan data dapat membuat perusahaan salah membaca perilaku atau preferensi konsumen.
Akibatnya, keputusan yang diambil bisa salah arah, menyebabkan kampanye pemasaran yang tidak efektif atau bahkan merugikan merek di mata konsumen.
Berikut beberapa contoh penerapan psikologi marketing yang dilakukan oleh beberapa brand ternama:
Starbucks memiliki cara yang cerdik dalam mengarahkan pilihan konsumen menggunakan metode Decoy Effect pada menu minumannya, dimana mereka memberikan 3 size dengan harga yang berbeda:
Di sini, ukuran Grande muncul sebagai pilihan yang paling menarik, meskipun hanya berbeda Rp 5.000 dari Venti yang ukurannya jauh lebih besar. Ini membuat konsumen merasa bahwa mereka mendapatkan lebih banyak value dengan memilih Grande. Karena perbedaan harga yang tidak terlalu signifikan namun mendapatkan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan Tall.
Bagi konsumen yang awalnya berniat memilih ukuran kecil, tak jarang mereka akhirnya beralih ke Grande. Ini adalah contoh Decoy Effect, di mana pilihan menengah menjadi lebih menarik.
Tokopedia sering kali menggunakan prinsip Urgensi atau Fear of Missing Out (FOMO) dalam promosinya. Mereka seringkali menawarkan diskon terbatas yang hanya berlaku dalam waktu singkat.
Seperti "Promo 1 Jam Lagi!" atau "Diskon 50% hanya hari ini!". Strategi ini memanfaatkan rasa takut konsumen kehilangan kesempatan, sehingga mendorong mereka untuk segera membeli barang tanpa menunggu terlalu lama.
Indomie adalah brand yang menggunakan Mere Exposure Theory dengan sangat baik. Produk ini sering muncul di berbagai media, mulai dari iklan TV, media sosial, hingga sponsor acara membuat konsumen semakin familiar dengan merek ini. Semakin sering mereka melihatnya, semakin besar kemungkinan mereka untuk memilihnya saat membutuhkan mie instan.
Dari seluruh penjelasan di atas, maka kita bisa simpulkan jika psikologi marketing adalah sebuah teknik yang digunakan untuk memahami bagaimana perilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis, seperti emosi, persepsi, dan kognisi. Pemahaman inilah yang nantikan akan digunakan mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih dan membeli produk atau layanan.
Dari sini kita juga bisa melihat, jika bisnis bukan hanya sekedar mendapatkan uang tapi juga membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dan menciptakan dampak positif dalam jangka panjang. Oleh karena itu pelaku usaha kadang dituntut untuk serba bisa, mulai dari mengelola keuangan, memimpin tim, hingga menjaga kepuasan pelanggan. Semua ini membutuhkan perhatian dan waktu yang lebih banyak.
Karena itu, sudah saatnya Anda menggunakan aplikasi pembukuan keuangan Beecloud. Agar masalah pembukuan keuangan dan pelaporan bisa dihandle otomatis dan akurat, Anda juga bisa bisa lebih fokus scale up. Klik banner di atas dan dapatkan gratis uji coba sekarang juga!